Ada 2 jenis kerugian yang bisa menjadi resiko seorang Investor Saham, Rugi Nilai dan Rugi Waktu. Bila kita berbicara seputar Rugi Waktu, kondisi ini adalah ketika saham yang kita beli sejak lama, tidak bergerak kemana – mana. Kerugian seperti ini umumnya terjadi pada saham 50. Sebenarnya modal kita tidak hilang, tetapi karena saham ini tidak bergerak, dan uang kita sudah ada di dalam, kita bisa menjadi kehilangan kesempatan dari saham – saham lain yang mungkin sudah bergerak.
Lalu jenis kerugian yang kedua adalah, Rugi Nilai. Pada kondisi ekonomi yang menantang, Rugi Nilai menjadi kerugian yang paling sering dialami oleh Investor Saham. Dan pada tahun 2019 ini, bisa dibilang menjadi tahun yang menantang untuk IHSG.
Berbagai sentimen, baik dalam maupun luar negeri, silih berganti menghantam perekonomian kita. Krisis yang terjadi di sejumlah negara yang tergolong emerging market sampai pada krisis yang melanda sejumlah reksadana saham gorengan, terus memberikan ketidakpastian pada bursa saham.
Bahkan beberapa diantaranya memberikan efek ‘Rugi Nilai’ yang sangat parah pada saham – saham tertentu, seperti saham – saham dibawah ini. Berikut kami urutkan saham – saham tersebut mulai dari saham yang turun paling dalam. Berikut 5 saham tersebut:
FORZ
Masih terbilang seumur jagung saham FORZ, melantai di bursa saham. Memang awalnya terlihat baik – baik saja, bahkan saham FORZ terlihat sempat naik luar biasa dari harga IPO di 220 sampai ke titik tertinggi 980an. Tetapi nampaknya tahun ini menjadi tahun yang berat untuk saham ini.
Saham FORZ merupakan salah satu saham yang masuk dalam portfolio Reksadana Saham bermasalah, Narada. Dugaan yang membuat FORZ jatuh luar biasa adalah karena aksi Narada melepas kepemilikan mereka setelah sanksi yang diberikan oleh OJK atas kasus yang menimpa reksadana ini.
INAF
Salah satu yang cukup mengejutkan berada di kategori ini adalah saham INAF. Pasalnya kepemilikan saham INAF, 80% dimiliki oleh RI, yang mana ini artinya INAF adalah salah satu emiten BUMN.
INAF pada kuartal III-2019 ini mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 34,84 Miliar. Porsi Free Float saham INAF juga terlihat sangat kecil, hanya 6% saham INAF yang beredar di publik.
Pada awal tahun ini, INAF dibuka pada level 6.500 dan sedikit namun pasti, saham ini terus turun sampai ke level saat ini di 420. Dengan kata lain saham ini sudah turun sebanyak 94.33%
BOSS
Ada yang menjadi tenbagger, ada juga yang justru dihajar habis – habisan, begitulah saham – saham IPO. Saham BOSS yang baru saja listing di bursa saham pada awal tahun 2018 lalu, terlihat sudah dihajar habis – habisan di tahun kedua mereka.
Sempat naik luar biasa dari 400 ke 2.400an, saat ini saham BOSS sudah dihajar turun kebawah level harga IPO mereka. Di awal tahun ini, BOSS dibuka pada level 2.400 dan saat ini sudah berada di level 169, yang mana ini artinya saham BOSS sudah turun sebanyak 93% sejak awal tahun 2019 ini.
Sampai kuartal III tahun ini, saham BOSS sebenarnya berhasil membukukan pendapatan positif, tetapi ternyata tidak diiringi dengan laba yang positif juga. Laba perusahaan ini justru merosot 94,07% (yoy)
SMRU
Bila anda mengetahui siapa induk dari saham ini, anda pasti mengerti mengapa saham ini sekarang berada di 50. Saham SMRU, terpaksa harus tidur di 50 untuk sementara waktu karena memang induk perusahaan ini pun sedang sekarat di level 50.
Sebesar 52,3% kepemilikan saham SMRU adalah milik PT Trada Alam Minera (TRAM). TRAM sendiri belakangan ini terus didera berita negatif. Tadinya TRAM bergerak di bisnis transportasi pelayaran laut, namun karena beratnya tantangan di sektor tersebut, akhir perusahaan ini pun merubah haluan bisnis mereka ke sektor pertambangan batubara.
TRAM sendiri memang bisa dibilang sudah beberapa kali selamat dari zona 50, tetapi kali ini mereka seperti perusahaan yang baru, karena memang bisnisnya pun baru. Oleh karena itu, menurut kami tidak terlalu heran jika anak perusahaan mereka, SMRU, ikut juga mengalami krisis yang dialami induk mereka. SMRU sudah turun 92.3 sejak awal tahun ini.
NIKL
Sepertinya tahun 2019 ini bukan tahun yang baik untuk saham lagendaris, NIKL. Bukan tanpa alasan kami menyebut NIKL sebagai saham lagendaris. Pasalnya saham ini pernah naik secara luar biasa setelah sebelumnya sempat tidur di 50.
NIKL pernah bangkit dari level 50 ke 6.500 dalam waktu kurang dari 2 tahun. Yang mana ini artinya NIKL bisa naik sampai 128 kali lipat. Ini mungkin setara dengan 16 kali kenaikan saham BBCA selama 10 tahun terakhir.
Namun ini yang mungkin bisa dikatakan sebagai, ‘high risk, high return’. Sejak awal tahun, saham ini sudah terus terjun bebas. Dibuka di level 3.600, sekarang saham ini berada di level 366, Turun 90.8% secara YTD. Semua kejayaan yang dibangun saham ini, hilang dalam waktu kurang dari 1 tahun.
Joseph Gabetua S.S.T.
Analyst of Creative Trading System. Relentless Trader and Part Time Investor. Huge dreams, Small me.
2 comments
Perusahaan kalo masuk market tapi gk berani bayar “Centeng” buat jagain harga, mending gk usah melantailah..
tugas “centeng” sbg penyeimbang itu sangat central. diluar dari kinerja sesungguhnya saham tsb. bisa2 dibantai kalo gak ada yg beking.
tapi kembali lagi sih.. masuk bursa motifnya apa?.. klo emang mau rampok2 yaa… masuk gorengan style brarti..
kalo mau kerja bener berarti hrs rajin bikin berita dan deket ama wartawan biar exist.
klo cuma diem2 bae… hahaha… alamat gocap …
Maaf , perusahaan masuk dibursa untuk apa? Untuk cari duit. Kalau misalkan jatuh pun mereka juga bakal untung. Buat apa harus menjaga harga. Kalau saat jatuh bisa dapet barang murah?. Perusahaan yang ada di BEI gak ada kewajiban buat jagain harga saham mereka. Dan tujuan mereka pun juga akhirnya tetep cari keuntungan. Gak mungkin lah usaha buat nyari kerugian