Pada hari Jumat melemahnya nilai tukar Dollar disebut-sebut sebagai alasan yang menyebabkan kejatuhan IHSG secara tiba-tiba. Jika kita melihat lagi pada kejadian hari Jumat lalu, memang pelemahan IHSG dan Rupiah terjadi secara bersamaan di hari yang sama.
Tidak banyak yang tahu apa alasan di balik kejatuhan tersebut, namun seperti yang kami tulis dalam artikel hari Jumat siang lalu, kejatuhan IHSG dan Rupiah secara tiba-tiba ini memang sepertinya sudah direncanakan oleh Investor Asing sejak jauh-jauh hari. (Baca ulasannya di : Actor Intelectual di balik kejatuhan IHSG)
Jika kita membahas mengenai nilai tukar Rupiah terhadap IHSG, terlepas dari waktu penurunannya yang memang mengaggetkan, namun penurunan ini sebenarnya bisa dikatakan sebagai penurunan yang wajar melihat penguatan USD terhadap mayoritas mata uang utama dunia.
Jika kita melihat pada grafik di atas, di baris pertama adalah Indikator yang menunjukan pergerakan USD INDEX (nilai tukar Dollar Amerika terhadap beberapa mata uang utama dunia). Jika melihat grafik di atas terlihat jelas bahwa secara perlahan tapi pasti USD terus menguat terhadap mayoritas mata uang utama dunia sejak bulan April lalu dan kenaikan tersebut terlihat belum banyak di’respond’ oleh Rupiah.
Nilai tukar rupiah cenderung sama bahkan menguat dalam jika dibandingkan dengan bulan April lalu, artinya ketika seluruh mata uang di dunia melemah, Rupiah justru berjaya. Kuatnya nilai tukar rupiah tentu adalah sesuatu yang baik untuk IHSG, dan Ekonomi dalam negeri secara keseluruhan. Namun alasan di balik perkasanya Rupiah adalah sesuatu yang menarik di bahas. Awalnya penguatan rupiah didorong oleh sentimen Tax Amnesty di mana para pelaku pasar percaya bahwa Indonesia akan kebanjiran dana segar melalui repatriasi, namun terlepas dari berhasilnya Tax Amnesty dari sisi jumlah dana yang di deklarasikan, namun dari sudut pandang Dana Repatriasi, pelaksanaan program pengampunan pajak ini masih sangat jauh dari harapan, dan jika melihat begitu lambatnya pertumbuhan Tax Amnesty pasca berkahirnya periode pertama, banyak pihak sudah menganggap bahwa target dana repatriasi yang ditetapkan pemeritah sudah bisa dinyatakan gagal.
Faktor lain yang bisa menyebabkan perkasanya rupiah adalah membaiknya kondisi Ekonomi dari dalam negeri, namun keluarnya laporan GDP minggu lalu, pertumbuhan Ekonomi kuartal ketiga lalu tidak lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan Ekonomi kuatal sebelumnya. Hal ini berarti dari sudut pandang Ekonomi dalam negeri pun kita tidak mendapat alasan yang menyababkan rupiah begitu perkasa.
Artinya memang penguatan rupiah yang terjadi beberapa bulan terakhir kemungkinan disebabkan karena Intervensi yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Namun intervensi tersebut sepertinya sempat ‘jebol’ hari Jumat kemarin.
Kurang lebih sama seperti kejatuhan tiba-tiba IHSG, nilai tukar rupiah juga tiba-tiba melemah drastis pada hari Jumat. Dan meskipun Rupiah sempat berhasil kembali ke bawah level 13.300 (nilai tukar wajar yang ditetapkan pemerintah), setelah sempat melemah ke 13.500an, namun melihat pergerakan hari Jumat lalu, bukanlah sesuatu yang mengagetkan jika Rupaih kembali melemah di awal minggu ini.
Jika kita melihat lebih detail mengenai grafik di atas kita juga mendapati bahwa saat ini USD INDEX sudah sama dengan levelnya di awal bulan Februari 2016 lalu, artinya jika kita mengasumsikan rupiah memiliki kinerja yang sama dengan beberapa mata uang utama dunia lainnya, maka sewajarnya nilai tukar rupiah juga sudah berada di level yang sama dengan level di bulan Februari lalu.
Masalahnya di bulan Februari lalu nilai tukar Rupiah terhadap USD ada di level 13.900, jadi bisa dikatakan kecuali ada intervensi besar-besaran yang kembali dilakukan Bank Indonesia di minggu ini maka kemungkinan nilai tukar rupiah berpotensi ke 13.900.
Kami percaya bahwa besarnya cadangan devisa saat ini membuat Bank Indonesia masih memiliki kekuatan untuk menahan kejatuhan rupiah jika aksi jual terorginasi seperti yang terjadi hari Jumat lalu kembali terjadi minggu ini. Namun melihat kondisi ekonomi dunia dan dalam negeri saat ini, kami tidak yakin bahwa invervensi adalah langkah terbaik untuk jangka waktu menengah. Ada kemungkinan BI akan sedikit melonggarkan intervensinya, dan membiarkan Rupiah membentuk nilai wajarnya yang baru, seiring dengan terus berlangsungnya trend kenaikan Dollar Index
Hal mengkhawatirkan lainnya yang bisa kita dapat pada grafik di atas adalah, IHSG pada bulan Februari lalu ada di level 4.600an
Website Administrator
Creative Trading System | Creative Idea in Stock Market