Sebulan terakhir ini hampir setiap hari kami mendapat request untuk merilis View Creative Trader mengenai pergerakan saham BUMI. Saham fenomenal ini memang menjadi pusat pertahatian mayoritas investor dan trader di BEI dalam 1 bulan terakhir.
Namun meskipun sejak kebangkitannya hampir setiap hari saham ini menduduki peringkat teratas saham yang paling banyak ditransaksikan, namun hampir tidak ada analis kenamaan baik dari sekuritas lokal maupun asing yang ‘berani’ mengeluarkan analisanya atau rekomendasinya untuk saham ini.
Hal tersebut sebenarnya bisa dimengerti karena secara fundamental saham ini sangat sulit untuk dianalisa, karena di satu sisi BUMI tetap merupakan emiten batubara dengan jumlah produksi batubara terbesar di Indonesia, dan saat ini harga batubara sedang meroket hampir 200% dibandingkan dengan harga di awal tahun, dan membuat saham-saham di sector ini sudah banyak yang naik 200% – 300% sepanjang tahun 2016.
Namun di sisi lain, perusahaan ini juga memiliki hutang segunung yang tidak sanggup mereka bayar, dan manajemen yang kredibilitasnya diragukan. Jadi memang bisa dimengerti kenapa para analis ternama tidak berani memberikan rekomendasi, ulasan fundamenta atau target harga di saham ini.
Bahkan sekitar seminggu yang lalu salah satu Analis Fundamental kenamaan pun sempat menghubungi saya, khusus untuk menanyakan potensi pergerakan BUMI dari sudut pandang Bandarmologi.
Dari sudut pandang Bandarmologi ada beberapa point yang bisa kami garis bawahi mengenai pergerakan harga saham ini :
DI BAWAH HARGA 100, SEMUA ‘BANDAR’ SUDAH RUGI
Kita tahu di tahun 2008 lalu, harga saham ini pernah berada di level 8.000an, pada saat itu BUMI merupakan perusahaan dengan market cap terbesar di IHSG. Bukan hanya itu korban ‘euforia’ di saham BUMI bukan hanya para investor ritel, namun juga pemain-pemain raksasa seperti reksadana, dana pensiun, dll yang menganggap BUMI pada saat itu sebagai salah satu saham wajib ada di portfolio.
Setelah kejatuhan market dunia di tahun 2008 yang menjatuhkan harga BUMI ke 400an, saham ini pun berhasil bangkit lagi ke level 3.000an sampai tahun 2011, pada periode itu pun BUMI tetap menjadi saham favorit, dan hampir setiap hari menjadi saham yang paling banyak di transaksikan.
Baru sejak pertangahan tahun 2011 ada distribusi besar-besaran di saham ini yang dilakukan oleh para big player, pada saat itu saya pribadi pun sempat mengalami kerugian yang cukup besar, karena terpaksa menjual rugi saham yang kami beli di kisaran 2.400an di level 1.700an karena kami melihat ada distribusi yang sudah di luar kewajaran di harga yang pada saat itu sudah kami anggap sangat murah.
Pada saat itu tidak seorang pun menyangka BUMI bisa turun ke bawah 1.000, bahkan santer dikabarkan bahwa Lok Kheng Hong pun memborong saham ini di harga 1.000 ke bawah. Singkat cerita di tahun 2015 saham BUMI pun menyentuh level terendah di 50, didorong karena semakin memburuknya kondisi keuangan perusahaan, dan jatuhnya harga batubara dunia.
Namun terlepas dari bagaimana pun buruknya kondisi perusahaan dan bisnis pertambangan batubara pada saat itu, namun saham yang sudah terlanjur dibeli tidak bisa dihapus begitu saja dari portfolio para pemain besar. Apalagi ketika harga sahamnya sudah berada di bawah 100 rupiah per lembar saham.
Jadi kami sangat yakin siapa pun yang memiliki saham BUMI, baik bandar, asing, reksadana, investor institusi, ritel, kreditur, pemiliki REPO, sampai keluarga Bakrie sendiri, semuanya sudah dalam posisi nyangkut dan rugi ketika harga saham BUMI di 50.
KETIKA BANDAR JUGA NYANGKUT
Kejatuhan harga yang membuat semua pemain besar rugi dan nyangkut seperti yang terjadi di saham BUMI ini bukanlah yang pertama dan satu-satunya, kondisi seperti ini seringkali terjadi terutama jika suatu perusahaan yang sebelumnya dianggap bagus, mengalami krisis yang mengancam kelangsungan perusahaanya.
Dalam kondisi seperti ini memang biasanya harga saham akan parkir di 50, dan semua pemain besar hanya menunggu adanya perbaikan dari sisi fundamental perusaahan, atau bukan mustahil jika kondisinya tidak membaik saham seperti ini akan tidur selamanya alias delisting.
Dari sudut pandang bandarmologi kami juga sering menemukan terjadinya ‘kebangkitan-kebangkitan’ palsu terutama di saham-saham yang parkir di 50, bukan karena adanya perbaikan kinerja perusahaan namun merupakan manuver bandar untuk membuang barang yang dimilikinya sebanyak mungkin, selagi perusahaanya masih beroperasi (terkadang sebelum perusahaannya dinyatakan bangkrut atau keluar berita yang lebih buruk lagi mengenai perusahaan )
Namun pada kasus BUMI kondisinya lebih rumit dari itu, tingginya popularitas saham ini membuat banyak pihak besar yang berani berspekulasi dan memborong saham ini ketika harga sahamnya turun di bawah 200an, dan ketika harganya parkir di 50. Dalam 2 tahun terakhir, saya sendiri bertemu dengan beberapa investor ritel besar dan berpengalaman, yang justru melihat peluang di balik kehancuran harga BUMI ini dan memborong saham ini karena percaya ada terlalu banyak ‘pihak besar’ yang nyangkut di saham ini yang membuat mereka percaya BUMI tidak mungkin akan ‘hilang’ begitu saja.
Mereka yang memborong umumnya tidak memiliki posisi sebelumnya, sehingga average pembelian mereka sangat rendah, dan siap memanfaatkan manuver para pemain besar yang nyangkut, tidak peduli apa pun yang menjadi alasan kebangkitannya.
2 ALASAN YANG BISA MEMBUAT BUMI BANGKIT
Dalam kondisi saat ini ada 2 alasan yang mungkin dapat membuat harga BUMI bangkit :
- Adanya perbaikan yang signifikan secara fundamental, yang membuat para pemain besar yang saat ini dalam kondisi nyangkut kemungkinan akan berani dan mendapat izin untuk mengalokasikan dana yang dikelolanya untuk melakukan average down dengan membeli saham ini.
- Alasan kedua, kebangkitan yang terjadi saat ini merupakan upaya untuk melakukan aksi cut loss lanjutan yang dilakukan para pemain besar karena semakin terancamnya kelangsungan perusahaan. Untuk melakukan aksi cut loss ini, diperlukan pembeli (investor ritel) dalam jumlah yang sangat besar, dan untuk saham seperti BUMI, yang memiliki citra sangat buruk di mata investor, satu-satunya cara membangkitkan minat beli yang besar di saham ini adalah dengan mengangkat harganya terlebih dahulu.
Jika melihat kondisi saat ini, dimana laporan keuangan tahun 2015 saja baru dirilis kurang lebih 1 bulan yang lalu, dan perbaikan kinerja keungan perusahaan yeng terlihat dari berkurangnya kerugian pada laporan keuangan 6 bulan pertama tahun 2016 lebih disebabkan karena penjualan beberapa anak usahanya, sangat sulit untuk analis fundamental manapun, memutuskan bahwa sudah terjadi perbaikan secara fundamental perusahaan ini. Yang pasti saat ini perusahaan sedang berunding dengan ratusan kreditur karena perusahaan menyatakan tidak sanggup membayar hutang jangka pendeknya sebesar 97 Triliyun yang jatuh tempo tahun ini.
Di sisi lain banyaknya investor yang memanfaatkan kejatuhan harga BUMI seperti yang kami bahas sebelumnya membuat sangat beresiko untuk BANDAR menggerakan saham ini terutama jika tujuan mereka untuk melakukan aksi cut loss lanjutan.
KEBANGKITAN HARGA BATUBARA
Di tengah kondisi yang sangat sulit, para pemain besar di BUMI mendapat angin segar, menggilanya kenaikan harga batubara dalam 2 bulan terakhir di awal bulan September lalu harga batubara dunia masih berkisar di harga $67 dan saat ini sudah berada di harga $112. Seperti kita ketahui untuk emiten batubara, harga batubara selalu dijadikan acuan pergerakan harga saham sector ini.
Sentimen inilah yang akhirnya menjadi ‘lampu hijau’ untuk BANDAR kembali membangkitkan harga saham ini, karena mereka percaya terlepas dari banyaknya investor ritel berpengalaman yang siap memanfaatkan kenaikan harga ini untuk melakukan profit taking setelah hampir 2 tahun mengumpulkan saham ini. Namun terus menggilanya harga batubara membuat akan aksi jual tersebut akan diimbangi dengan aksi beli yang dilakukan oleh investor ritel lainnya yang melihat kenaikan ini sebagai peluang untuk melakukan pembelian di tengah kebangkitan saham bumi.
Asumsi ini didukung oleh data peta kepemilikan BUMI yang dirilis oleh KSEI di akhir bulan Oktober lalu, dalam grafik di bawah terlihat bahwa tidak terjadi penurunan kepemilikan investor ritel yang signifikan selama bulan Oktober lalu ketika harganya bangkit. Pesentasi kepemiikan investor ritel domestik hanya turun dari level 30.48% di akhir bulan September ke level 30.33% akhir bulan Oktober. Artinya bisa jumlah investor ritel yang melakukan aksi jual sepanjang kenaikan saham ini berhasil diimbangi dengan jumlah investor ritel yang melakukan aksi beli sepanjang bulan Okrober.
WHAT NEXT: BANGKIT ATAU BANGKRUT ?
Pertanyaan terakhir yang paling penting dijawab tentunya adalah kemana arah BUMI selanjutnya, apakah BUMI akan melanjutkan kenaikannya ? Apakah kenaikan ini didorong oleh perubahan fundamental perusahaan, ataukah hanya merupakan jebakan bandar yang dibuat memanfaatkan euforia kenaikan harga batubara ?!
Sebagai saham yang sedang berada di ambang kebangkrutan, dan sudah membuat ribuan investor ritel mengalami kebangkrutan kami tidak berani memberikan target kedepan, namun menggunakan beberapa fakta, data dan bergabagai system analisa bandarmologi dan foreign flow yang kami miliki kami akan memberikan beberapa point yang kemungkinan akan dapat membantu rekan-rekan semua untuk memprediksi kemana arah pergerakan BUMI selanjutnya.
- Kondisi masih kondusif untuk BANDAR menggoreng saham ini, saat ini harga batubara masih sangat volatil dan sangat berada dalam trend kenaikan yang sangat besar, kondisi ini akan menjadi sentimen positif yang dapat membuat investor ritel semakin tertarik membeli saham ini, hal ini bisa dimanfaatkan bandar untuk melakukan aksi jual atau kembali mengangkat harga BUMI.
- Momentum yang baik untuk melepas rumor, voting desetujui atau tidaknya proposal konversi hutang menjadi saham dari pihak Bumi Resources ke pihak kreditur akan dilakukan tanggal 9 November nanti, artinya masih ada waktu 1 minggu sebelum ada kejelasan tersebut, dalam periode ini sangat mudah untuk pihak-pihak tertentu melempar rumor-rumor untuk semakin ‘meramaikan’ pergerakan saham ini.
- Digerakan BANDAR LOKAL , dengan menggunakan Bandarmologi Pro Trading System yang kami ciptakan kami bisa mendeteksi transaksi-transaksi yang dilakukan oleh para broker-broker besar, dan mengangalisa kepemilikan dari broker-broker tersebut. Jika mengamati pergerakan broker-broker tersebut di saham BUMI sejak bulan Oktober, kami mendapati bahwa broker-broker raksasa dalam negeri menjadi motor penggerak kebangkitan saham ini, hal ini terlihat dari terus meningkatnya indikator KEPEMILIKAN TOP BROKER LOKAL (Orange) pada grafik di bawah, sejak awal kebangkitan ini saham BUMI di awal Oktober. Namun kita juga melihat bahwa ada indikasi terjadinya DISTRIBUSI dari broker-broker raksasa dalam negeri tersebut dalam 5 hari terakhir. Namun untungnya aksi jual tersebut tidak banyak ditampung oleh broker-broker ritel, namun justru oleh TOP BROKER ASING, yang terlihat dari grafik berwarna biru muda.Artinya para pemain besar terlihat masih aktif menggerakan membeli saham ini meskipun harganya yang sudah mencapai level 240an. Kedepannya anda bisa memperhatikan pergerakan broker-broker yang masuk dalam kedua kategori di atas, karena selama kedua kategori broker ini belum melakukan aksi jual besar-besaran maka potensi terus berlanjutnya kenaikan BUMI di minggu ini masih cuku besar.
- Belum terlihat adanya aksi distribusi yang besar, jika menggunakan metode analisa yang tidak bisa kami share di media publik kami juga mendapatkan bahwa sejauh ini kami belum melihat adanya aksi jual besar-besaran yang terjadi di saham ini dalam sebulan terakhir. Jadi meskipun kenaikan harga ini ternyata bertujuan untuk melakukan aksi cut loss lanjutan, aksi tersebut terlihat belum dilakukan oleh bandarnya, jadi peluang untuk berspekulasi di saham ini masih terbuka sampai saat ini.
Website Administrator
Creative Trading System | Creative Idea in Stock Market