Makro Ekonomi
Pada 2Q17, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5.01% YoY, sama dengan 1Q17 sebesar 5.01% YoY. Ekonomi Indonesia masih tumbuh (dari 4Q16 : 4.94% YoY) namun tidak mengalami peningkatan yang berarti. Muncul kekhawatiran bahwa ekonomi cenderung melambat di 3Q17 dan 4Q17 (2H17).
Setelah perlahan naik dari Jul’16 di kisaran 2.7% YoY, inflasi mencapai puncaknya di Jun’17 sebesar 4.37% YoY. Puncak inflasi di Jun’17 memang wajar karena bertepatan dengan Lebaran. Pada Jul’17, inflasi turu nmenjadi 3.88% YoY. Angka tersebut masih lebih tinggi dari estimasi karena disebabkan musim masuk sekolah.
Berdasarkan dua fakta tersebut (dan merupakan angka – angka terpenting di Makro Ekonomi), pasar mengkhawatirkan perlambatan ekonomi di 2Q17. Seiring dengan kekhawatiran perlambatan maka pasar mengharapkan Bank Indonesia dapat menurunkan BI Repo Rate dari 4.75% menjadi 4.5% pada Rapat Dewan Gubernur yang dijadwalkan tanggal 22 Agust’17.
Analisis Fundamental
Sektor – sektor yang berkaitan dengan suku bunga adalah Bank dan Properti. Selain itu, ada sektor yang secara tidak langsung terkait dengan suku bunga yaitu Otomotif dan Ritel. Sebagai sektor yang sangat terpengaruh dengan suku bunga maka layaklah Investor berspekulasi (yang baik dan benar) di sektor Bank dan Properti.
Penurunan suku bunga akan berpotensi positif terhadap Bank dan Properti. Untuk Bank, penurunan suku bunga berarti memaksa bank menurunkan suku bunga pinjaman dan menjustifikasi penurunan suku bunga tabungan dan deposito. Kenyataannya adalah Bank akan lebih cepat menurunkan suku bunga tabungan dan deposito sementara menunda (memperlama) penurunan suku bunga pinjaman. Selisih antara suku bunga tabungan dan deposito dengan suku bunga pinjaman tersebutlah yang membuat bank mengalami keuntungan yang lebih besar.
Untuk Properti tentu penurunan suku bunga acuan akan membuat suku bunga Kredit Pinjaman Rumah (KPR) akan turun. Penurunan suku bunga KPR akan memicu pembelian rumah yang membuat penjualan emiten Properti tentu akan meningkat.
Oleh karena itu, pertanyaannya adalah emiten mana di sektor Bank dan sektor Properti yang paling diuntungkan dari penurunan suku bunga. Ada hal yang perlu diperhatikan dari masing – masing sektor. Untuk sektor Bank, emiten yang paling diuntungkan dari penurunan suku bunga adalah Bank yang paling banyak porsi Deposito-nya dibanding porsi Tabungan. Deposito adalah dana pihak ketiga dengan bunga yang lebih tinggi dari Tabungan.
Berikut adalah data porsi dana pihak ketiga dari Bank yang terdiri dari CASA (Current Account Saving Account) atau Tabungan dan T/D (Time Deposit) atau Deposito :
Dari tabel di atas, terlihat bahwa Bank dengan T/D tertinggi adalah BTPN (88%), PNBN (63%) dan BNLI (57.1%). Dengan demikian, ketiga bank tersebut (BTPN, PNBN dan BNLI) yang dijadikan pilihan secara Analisis Fundamental bila BI Repo Rate turun. Hal ini disebabkan penurunan BI Repo Rate berpotensi meningkatkan marjin keuntungan bank.
Berikut adalah data emiten properti yang mencatat penjualan properti menggunakan tiga skema : KPR, Cash Installment (dibiayai dari emiten tersebut) dan Cash :
Terlihat bahwa porsi KPR tertinggi pada 2016 adalah BSDE (70%), CTRA (49%) dan ASRI (43%). Sementara yang menggunakan Cash Installment terbesar adalah SMRA (75%) dan LPKR (59%). Pelanggan yang membeli properti menggunakan Cash adalah pelanggan PWON (36%).
Metode pembayaran pilihan pelanggan secara tidak langsung mengindikasikan segmen pembeli dan tipe properti yang dijual. Semakin banyak pelanggan menggunakan KPR maka properti tersebut kemungkinan besar adalah tipe rumah (Landed House) dengan segmen pelanggan menengah ke bawah. Sementara pembelian dengan Cash Installment (apalagi Cash) mengindikasikan pelanggan kelas atas dengan tipe properti yang kelas menengah atas (Mid – High Class Landed House atau Apartement).
Pembeli kelas menengah bawah dan menggunakan KPR kemungkinan besar terjadi karena memang kebutuhan. Sesuai demografi Indonesia yang banyak di awal usia produktif dimana salah satu kebutuhannya adalah Papan (pekerja muda yang baru menikah). Oleh karena itu, penurunan suku bunga dan suku bunga KPR berpotensi memicu semakin banyak penjualan properti yang ditawarkan oleh BSDE, CTRA dan ASRI. Melihat lebih dalam jenis properti yang dijual, kemungkinan besar ASRI tidak termasuk ke dalam propeti yang dibeli oleh pelanggan menengah ke bawah. Dengan demikian, Emiten properti terbaik ditengah penurunan suku bunga acuan adalah BSDE dan CTRA.
Analisis Teknikal
Setelah kita mendapatkan kesimpulan untuk fokus di sektor Bank (BTPN, PNBN dan BNLI) dan Property (BSDE dan CTRA), maka saatnya kita menentukan strategi pembelian. Menggunakan Analisis Fusion berarti kita juga memikirkan aspek Analisis Teknikal sehingga kita tidak hanya membeli saham murah. Aspek Analisis Teknikal digunakan dengan tujuan saham yang kita beli akan segera atau masih akan mengalami kenaikan harga.
Tidak perlu menggunakan metode yang rumit atau canggih karena pada dasarnya, hanya perlu hal sederhana tapi sangat penting dalam melakukan Analisis Teknikal. Berikut adalah chart sederhana dari kelima saham tersebut :
PNBN (merah), BTPN (hitam) dan BNLI (hijau)
CTRA (merah) dan BSDE (hitam)
Dari Chart di atas, secara singkat dapat disimpulkan bahwa di antara Bank, saham PNBN lebih terlihat Uptrend sehingga sangat layak menjadi pilihan utama di antara 3 Bank tersebut. Pilihan kedua jatuh pada BNLI dibanding BPTN.
Di antara saham Properti, Sideways BSDE sejak Nov’16 masih lebih menarik dibanding Downtrend CTRA dari sejak bulan yang sama (Nov’16). Sideways seringkali menjadi pilihan terbaik dibanding Downtrend sehingga BSDE lebih layak dipilih dibanding CTRA.
Oleh karena itu, menggunakan logika dan pola pikir Fusion Analysis, berdasarkan prediksi penurunan suku bunga, saham yang layak dipilih adalah PNBN dan CTRA.
Hal terpenting dalam menggunakan Analisis Teknikal adalah Exit Strategy. Karena prediksi ini berbasis waktu (tanggal 22 Agust’17 pada saat RDG BI), maka kesalahan prediksi dan perlunya pengaturan ulang strategi investasi dapat dilakukan pada tanggal 22 Agust’17 nanti pada saat RDG BI dan atau pada saat terjadinya perubahan harga. Exit Strategy tersebut akan diajarkan pada metode Analisis Teknikal yang tergabung dalam Workshop Fusion Analysis.
Kontributor : MM Dandytra CFTe
Berpangalaman kerja di pasar modal sejak tahun 2009. Penulis pernah menjadi Equity Sales di sekuritas BUMN sembari menyelesaikan program S1 Akuntansi. Memiliki pengalaman luas sebagai Analis Teknikal di beberapa sekuritas lokal.
Penulis memegang gelar Certified Financial Technican (CFTe) sejak 2011 dan mendapatkan penghargaan internasional, Bronwen Wood Award, sebagai peserta dengan nilai tertinggi pada ujian esai CFTe.
Website Administrator
Creative Trading System | Creative Idea in Stock Market