Minggu lalu IHSG mengalami koreksi yang sangat tajam sampai ditutup di bawah level 6.000, para Analis sepakat penurunan ini ‘disebabkan’ oleh sentimen Corona Virus. Memang seluruh indeks utama dunia juga mengalami koreksi sepanjang minggu lalu, jadi sangat wajar kalau para komentator saham tersebut menghubungkan kejatuhan yang terjadi di IHSG dengan Virus Corona.
Namun menariknya jika kita melihat pnurunan bursa-bursa utama dunia sepanjang minggu lalu, Dow Jones hanya turun 1.5%, Nikkei (Jepang) turun 0.7%, Hang Seng (Hong Kong) turun 3.5%, lalu kenapa IHSG bisa sampai turun 4.6% ?
Padahal kalau dihubungkan dengan Virus Corona, Indonesia adalah satu-satunya negara di atas yang belum terkena kasus virus corona ke negaranya ? Lalu mengapa bursa saham Indonesia bisa turun jauh lebih dalam daripada bursa Hongkong sekalipun, yang notabene bagian dari China ?
Jawabannya karena kejatuhan IHSG minggu lalu sebenarnya lebih disebabkan karena Efek Bola Salju dari kejatuhan yang dialami beberapa Bandar Saham di Indonesia akibat Krisis Jiwasraya daripada efek virus corona.
Kita tahu saat ini banyak investor ritel yang sudah menjadi korban, baik investor saham maupun maupun reksadana. Minggu lalu bahkan ada banyak akun investor ritel yang tiba-tiba di suspend, karena dianggap terlibat dalam kasus Jiwasraya. Di sisi lain para Manajer Investasi Lokal juga sekarang sedang krisis karena takut ikut terjerat dalam kasus Jiwasraya dan Asabri yang konon melibatkan puluhan Manajer Investasi dalam negeri, hal ini menyebabkan para MI juga membatasi transaksinya di bursa.
Gabungan dari berbagai kejadian tersebutlah yang sepertinya dimanfaatkan oleh Investor Asing untuk membanting IHSG ke bawah 6.000 minggu lalu.
Dalam 2 tahun terakhir sebenarnya IHSG cukup kuat dalam menghadapi aksi jual oleh investor asing seperti yang terjadi minggu lalu, sehingga meskipun investor asing melakukan aksi jual besar-besaran namun IHSG biasanya tidak turun sedalam minggu lalu.
Kuatnya IHSG disebabkan karena terjadi pertumbuhan pesat dari jumlah investor saham dan reksadana di Indonesia dalam 2 tahun terakhir yang jumlahnya naik lebih dari 100%, dan hal tersebut membuat ketika investor asing sedang profit taking, ada banyak dana lokal yang menampung.
Sayangnya iklim investasi yang sempat begitu kondusif tersebut sekarang sedang goyah, karena krisis yang sedang dialami para Bandar Saham yang selama ini memegang peran penting dalam mengatur pergerakan saham di bursa kita.
Berkurangnya kekuatan investor lokal tersebutulah yang membuat bursa kita menjadi sangat mudah untuk dibanting turun oleh investor asing. Itulah yang terjadi minggu lalu di IHSG, secara tiba-tiba investor asing memutuskan untuk menjatuhkan IHSG dengan melakukan aksi jual besar-besaran, dan investor lokal pun tampak sudah tidak berdaya untuk menahan gempuran investor asing tersebut, karena berbagai krisis yang terjadi di dalam negeri.
Kita tidak tahu apa alasan Investor Asing memutuskan untuk menjatuhkan IHSG, mungkin karena khawatir Virus Corona akan menyebabkan krisis Global dan mereka memutuskan untuk keluar dulu dari Indonesia, atau mungkin karena mereka menganggap kondisi saat ini sebagai momentum yang menarik untuk mereka menjatuhkan IHSG, supaya mereka bisa buyback lagi di harga bawah, ketika investor lokal sudah frustasi, dan siap cut loss di harga bawah. Apa alasan mereka, hanya mereka yang tahu. Yang pasti sekarang kondisi investor lokal sedang lemah-lemahnya dan IHSG sangat rawan untuk dijatuhkan.
Sebagai investor lokal kita hanya bisa berdoa supaya hal tersebut tidak terjadi, karena kalau IHSG juga jatuh, Efek Bola Saljunya bisa bertambah besar, dan akan memakan lebih banyak lagi korban…
Potensi terjadinya Efek Bola Salju di IHSG sudah berulang kali kami bahas di website ini dan di Channel Telegram kami, namun melihat resikonya yang semakin lama semakin meningkat, hari Selasa (4 Februari 2020) kami akan melakukan Webinar, Market Outlook 2020 : Menghadapi Ancaman Snowball Effect di IHSG, dalam acara ini kami akan membahas secara mendalam mengenai kondisi market saat ini, dan prospek dan resiko IHSG terutama di awal tahun 2020 ini. Klik disini untuk mengikuti acara tersebut.
Founder & Creative Director of Creative Trading System.
Creative Thinker, Stock Trader, Typo Writer & Enthusiastic Teacher.
Big believer of Sowing and Reaping.
Just A Simple Man with Extraordinary God
2 comments
Analisa tekhnik, fundamentil ataupun bandarmologi dalam penglihatan saya sudah ga bisa memahami apa yang terjadi setahun dua tahun ini.. Bandarmologi fokus pada membaca pergerakan pemain besar di satu atau lain saham.. IHSG lebih pada kombinasi segalanya termasuk mata uang, suku bunga, politik lokal, situasi global, harga komoditas, trend juga perpindahan selera pasar.. Terkait yg terakhir, coba anda amati kemana selera pasar sedang berpindah… Gencarnya pemerintah menarik bond,sukuk,obligasi dll disinilah yang saya kira jadi sumber tidak kondusifnya pasar saham dalam dua tahun terakhir dan juga bisa jadi tahun tahun kedepan.. Pemain besar, investor asing, market maker memindahkan sebagian uangnya kekantong pemerintah.. Yield obligasi dll lagi tinggi tingginya sementara situasi global lagi ga bagus.. Ini salah satu sebab kenapa harga saham saham pada berjatuhan.. Dan korban dari itu adalah badan usaha pemerintah sendiri yang runtuh nilai asset.. Senjata makan tuan.. Asabri, jiwasraya, MI lokal yang jadi korban atas gencarnya pemerintah menarik dana lewat surat hutang berbungs tinggi..
Sepertinya Pak Joe ini belum paham kalau pergerakan IHSG itu murni diatur oleh investor asing. Asing masuk IHSG naik, asing keluar IHSG turun, sesederhana itu, tidak perlu dipersulit. Asing juga Bandar pak, mereka membadari saham bluechip dan akhirnya mengendalikan IHSG.
Suku bunga, politik, mata uang, dll semuanya hanya dicok-cocokan analis aja dengan pergerakan IHSG sehari hari, makanya analisanya nggak pernah konsisten, karena cuma di-pas-pas-in.
Di website ini pak Argha sering bahas itu pak. Pak Joe bisa baca-baca artikel 2-3 tahun terakhir, supaya mengerti.