Perekonomian Indonesia pada tahun 2015 mengalami perlambatan dan tumbuh di bawah perkiraan semula. Namun, titik terendah dari perlambatan ekonomi tampaknya sudah dilewati, dan ada peluang yang cukup besar bagi ekonomi Indonesia untuk tumbuh lebih baik pada 2016.
Pada 2015 lalu ada beberapa kondisi yang kurang menguntungkan yang kita hadapi. Pertama, kondisi perekonomian global yang kurang menentu. Ekonomi Eropa, Tiongkok, Jepang, dan India cenderung melambat, hanya ekonomi Amerika Serikat saja yang memberikan sinyal pertumbuhan masih kuat. Keadaan ini telah memengaruhi kinerja ekspor kita secara signifikan, dengan penurunan sebesar 14,4% dalam periode Januari-November 2015.
Di dalam negeri sendiri ada beberapa faktor yang turut menghambat pertumbuhan ekonomi. Kondisi APBN 2014 yang kurang baik telah memaksa pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) secara signifikan pada November 2014. Dampak langsung dari kenaikan harga BBM ini adalah tergerusnya daya beli masyarakat. Hal tersebut biasanya terjadi hingga tiga triwulan setelah kenaikan harga BBM.
Setelah itu daya beli masyarakat akan pulih secara berangsur-angsur karena mereka sudah mulai dapat menyesuaikan diri dengan kenaikan harga-harga yang mereka hadapi. Inflasi yang meningkat, karena dampak kenaikan harga BBM, telah membuat Bank Indonesia cenderung terus melakukan kebijakan moneter ketat. Laju pertumbuhan uang dalam sistem perekonomian terus turun.
Artinya, ketersediaan uang dalam perekonomian tidak cukup untuk mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Sementara itu, dorongan dari sisi fiskal, yang diharapkan dapat mengurangi dampak negatif kenaikan harga BBM, tidak terjadi secepat yang diharapkan. Beberapa menteri dalam bidang ekonomi lambat memahami dan menjalankan program-programnya, sehingga secara keseluruhan itu mengurangi dampak positif dari program-program pembangunan pemerintah.
Perbaikan Daya Beli
Dengan latar belakang yang demikian, tidaklah terlalu mengherankan bila ekonomi terus mengalami perlambatan. Pada triwulan kedua 2015 ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,67%, turun dari 5,01% pada triwulan IV-2014. Untungnya, pemerintah segera menyadari arah perekonomian yang kurang menguntungkan ini. Memasuki semeser kedua pembangunan infrastruktur pun mulai digenjot secara lebih serius.
Program-program pembangunan lainnya pun dimonitor dengan lebih seksama. Upaya-upaya tersebut telah mulai memberikan dampak positif bagi perekonomian. Hal ini terlihat pada pertumbuhan ekonomi yang sedikit meningkat pada triwulan III-2015, dimana ekonomi tumbuh 4,73%. Tampaknya pemerintah telah berhasil mencegah perekonomian untuk terpuruk lebih lanjut. Dengan kata lain, perekonomian Indonesia sudah tidak melambat lagi. Ekonomi diperkirakan akan tumbuh sekitar 4,8% di tahun 2015.
Pada 2016 keadaan akan lebih baik. Faktor pendorong pertama adalah kondisi perekonomian global yang walaupun belum tumbuh terlalu kuat, tingkat ketidakpastiannya sudah jauh berkurang. Ekonomi Eropa tampak sudah begerak ke arah yang lebih baik, dan Bank Sentral Eropa pun masih akan memberikan stimulus secara agresif ke perekonomian di sana.
Selain itu, perekonomian Tiongkok sudah lebih stabil. Walaupun melambat, risiko keterpurukan lebih lanjut (hard landing) diperkirakan sudah lebih kecil dari sebelumnya. Perekonomian Jepang juga diperkirakan akan tumbuh lebih baik.
Sementara itu, kenaikan suku bunga Bank Sentral AS, The Fed, yang sebelumnya amat ditakuti akan memporak- porandakan stabilitas perekonomian dunia (utamanya negara-negara berkembang), ternyata dapat diterima dengan baik oleh para pelaku pasar. Akibatnya, tidak terjadi gejolak yang berlebihan di pasar finansial dunia, termasuk pasar modal kita.
Ke depan, bank sentral AS akan tetap berhati-hati dalam kebijakan moneternya, sehingga gejolak yang ditimbulkannya akan relatif terkendali. Di sisi domestik pun keadaan tampak akan lebih baik. Ada indikasi yang kuat bahwa daya beli masyarakat sudah mulai pulih. Hal ini terlihat, antara lain, dari membaiknya angka penjualan mobil, motor, dan semen.
Pada bulan Oktober 2015, misalnya, penjualan semen sudah mengalami pertumbuhan sekitar 10% dibanding bulan yang sama tahun sebelumnya. Perbaikan daya beli masyarakat ini menunjukkan bahwa masyarakat sudah dapat menyesuaikan diri dengan kenaikan harga BBM tahun lalu.
Selain itu, upaya pemerintah dalam mengendalikan harga-harga, utamanya harga bahan makanan pokok, tampaknya sudah mulai memberikan hasil yang cukup baik. Keadaan ini membuat masyarakat lebih percaya terhadap prospek ekonomi mereka, sehingga mereka mulai tidak ragu untuk belanja lagi.
Dampak kepercayaan masyarakat terhadap prospek perekonomian amat penting, karena bila kepercayaan masyarakat tinggi mereka cenderung lebih berani membelanjakan uangnya. Perlu diingat bahwa belanja rumah tangga memberi kontribusi sekitar 55% terhadap perekonomian.
Lebih Baik dari 2015
Harga-harga pada tahun 2016 ini diperkirakan akan lebih terkendali. Apalagi pemerintah sudah menurunkan harga BBM bersubsidi. Selain membantu daya beli masyarakat, penurunan ini akan membuat harga barang-barang lain tidak mengalami kenaikan secara signifikan. Selain itu, belajar dari pengalaman tahun lalu, diperkirakan pemerintah akan dapat mengendalikan harga bahan makanan pokok (utamanya beras) secara lebih baik. Artinya, inflasi tahun 2016 akan tetap terkendali, dan diperkirakan hanya akan berada di sekitar 4%.
Dengan prospek inflasi yang tetap terkendali di tahun 2016, ada ruang untuk melonggarkan kebijakan moneter. Memang, rencana Bank Sentral AS menaikkan bunga lebih lanjut dapat dijadikan alasan untuk menunda penurunan suku bunga di dalam negeri. Namun, kenaikan bunga di AS akan dilakukan dengan bertahap dan dengan laju kenaikan yang tidak terlalu agresif.
Selain itu, banyak bank sentral negara-negara lain saat ini mengambil kebijakan yang berlawanan, yakni menurunkan suku bunga atau memompa lebih banyak uang ke sistem perekonomian. Jadi, ruang untuk menurunkan bunga acuan di dalam negeri seharusnya masih terbuka lebar. Kebijakan moneter yang lebih longgar akan memberikan ruang kepada perekonomian untuk tumbuh lebih cepat lagi.
Dari sisi pemerintah, pembangunan infrastruktur tampaknya akan terus digalakkan. Peluang keberhasilannya akan lebih baik dari sebelumnya karena pemerintah sudah lebih berpengalaman dalam mengimplementasikan program-program pembangunannya. Selain itu, penyerapan anggaran pun diperkirakan akan lebih efektif. Jadi, stimulus dari sisi fiskal terhadap perekonomian diperkirakan akan lebih baik dari tahun lalu.
Prospek semakin baiknya ekonomi Indonesia juga ditunjukkan oleh Leading Economic Index (LEI) yang dibuat oleh Danareksa Research Institute. LEI menggambarkan prospek ekonomi 6-12 bulan ke depan. LEI yang naik menggambarkan prospek ekonomi yang membaik, dan yang LEI yang turun menggambarkan prospek ekonomi yang memburuk.
LEI terus mengalami penurunan pada semester pertama 2015. Namun, dalam periode Juli-Oktober 2015 LEI mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan ekonomi yang terjadi saat ini dapat terus berlangsung hingga Oktober tahun 2016. Artinya, pembalikan arah pertumbuhan ekonomi ke arah pertumbuhan lebih cepat sudah terjadi dan akan terus berlangsung.
Diskusi di atas menunjukkan bahwa titik terendah dari perlambatan ekonomi memang sudah dilewati. Saat ini ekonomi Indonesia sedang bergerak menuju pertumbuhan yang lebih cepat. Kondisi perekonomian global tidak terlalu cerah. Walaupun demikian, bukan berarti ekonomi global sedang menuju keterpurukan lagi. Dengan cukup banyaknya stimulus dari dalam negeri, ekonomi Indonesia akan tumbuh sebesar 5,4% di tahun 2016, lebih cepat dari di tahun 2015.
*) Purbaya Yudhi Sadewa, Pengamat Ekonomi
Sumber : beritasatu.com
Website Administrator
Creative Trading System | Creative Idea in Stock Market