Sudah hampir 8 bulan sektor konstruksi terus turun harganya. Salah satu faktor pemicunya adalah dipotongnya anggaran belanja neagara sebesar Rp133.8 Triliun pada tengah tahun 2016 oleh Sri Mulyani, setelah beliau diangkat kembali menjadi menteri keuangan. Salah satu pos yang dipotong adalah pembangunan gedung-gedung pemerintah yang artinya ‘kue’ untuk pendapatan emiten konstruksi terutama yang berasal dari pemerintah akan turun. Pemotongan ini terlihat direspon negatif oleh pasar, dimana semenjak pemotongan APBN-P tersebut 4 besar emiten konstruksi BUMN pun kompak mengalami penurunan yang ditunjukan oleh Index CTS Konstruksi BUMN.
Dari grafik CTS Konstruksi BUMN kita dapat melihat bahwa emiten konstruksi BUMN sudah mengalami penurunan yang cukup besar pasca pemotongan anggaran yang dilakukan oleh Sri Mulyani.
Banyak berita yang mengabarkan bahwa bahwa kinerja emiten konstruksi sangat bergantung pada proyek-proyek infrastruktur dan pembangunan pemerintah. Hal ini memang cukup terbukti dari dipotongnya ABPN-P lalu yang diikuti dengan turunnya emiten konstruksi.
Lantas yang menjadi pertanyaan adalah seberapa besar porsi pemerintah dalam komponen pendapatan emiten konstruksi BUMN ?
Kinerja keuangan sepanjang 2016 sendiri ditengah pemotongan APBN-P 2016 justru positif untuk WSKT, WIKA, dan PTPP. Sementara untuk ADHI sepanjang 2016 mengalami penurunan pertumbuhan laba bersih dibandingkan 3 emiten konstruksi BUMN lainnya.
Dari sini kami mencoba mencari tau seberapa besar porsi pemerintah dalam struktur pendapatan emiten konstruksi BUMN. Sebagai informasi pelanggan emiten konstruksi BUMN terbagi menjadi 3 kelompok, Pemerintah, BUMN, dan swasta. Pemerintah meliputi pembangunan infrastruktur publik maupun pemerintah, BUMN maksudnya ialah BUMN yang memberikan proyek pembagunan untuk BUMN (SOE) tersebut (contoh PLN), dan swasta yaitu pihak swasta dan tidak ada kaitannya dengan pemerintah.
Berikut tabel porsi pendapatan dari setiap kelompok dalam 2 tahun terakhir.
Jika dilihat dari breakdown porsi pendapatan WSKT dan PTPP memiliki porsi pendapatan yang besar dari BUMN sementara WIKA lebih banyak di kategori swasta dan pemerintah dan ADHI banyak menggarap proyek-proyek pemerintah.
Sementara untuk tahun ini, breakdown estimasi kontrak 4 besar emiten konstruksi BUMN untuk 2017 dapat dilihat pada bagan dibawah ini.
Tidak jauh berbeda dengan komposisi pada 2016. Sebagai catatan proyek LRT untuk ADHI sendiri belum termasuk dalam 39% tersebut, yang artinya presentase akan tambah besar jika proyek LRT ini dimasukkan.
Menteri BUMN memperkirakan total belanja modal BUMN akan mencapai Rp555 Triliun ini lebih tinggi 37% dibanding tahun 2016 yang hanya Rp404 Triliun.
Adapun kontributor terbesar untuk belanja modal BUMN tahun 2017 yaitu PLN (Rp120 Triliun), Pertamina (Rp88.4 Triliun), Jasa Marga (26.9 Triliun) dan Hutama Karya (Rp 11 Triliun).
Jadi menurut estimasi kami dari data di atas, harga saham konstruksi untuk saat ini sudah cukup murah, terutama karena penurunan yang terjadi beberapa bulan terakhir sudah membuat saham-saham sector ini berada di kisaran haga yang sama dengan kisaran harga di awal tahun lalu. Mempertimbangkan banyaknya proyek-proyek baru, dan potensi peningkatan pendapatan di tahun 2017 ini, maka membeli saham-saham sector ini di harga awal tahun 2016 tentu cukup menarik . Kami juga memproyeksikan pertumbuhan laporan keuangan pada PTPP dan WSKT di tahun 2017 ini akan jauh lebih baik dibanding 2 emiten konstruksi BUMN lain, itu sebabnya dari sudut pandang fundamental, 2 saham ini menjadi pilihan menarik untuk dikoleksi sampai menjelan akhir tahun 2017 ini.
Website Administrator
Creative Trading System | Creative Idea in Stock Market