Apa sebenarnya yang terjadi, sehingga suatu perusahaan berniat melakukan aksi korporasi Stock Split? Apakah memang niatnya setulus itu, untuk memberikan kesempatan bagi Investor Ritel bisa ikut Investasi di saham tersebut? Ataukah ada tujuan lain?
Sebenarnya dari banyak artikel yang kami tulis, cukup jelas, bursa saham mungkin bisa dikatakan hanya diisi oleh 2 orang, pertama, ORANG JAHAT, dan kedua, orang yang SANGAT JAHAT. Bursa saham dipenuhi jutaan kepentingan yang perlu saling memuaskan satu dengan lainnya. Dan itulah mengapa jika perusahaan mengeluarkan suatu aksi yang kita anggap baik, jangan ditelan mentah – mentah.
Kami sendiri SELALU skeptis dengan setiap berita yang ditulis di media, termasuk salah satunya rencana UNVR akan segera melakukan stock split. Sebenarnya jika kita melihat niat baik dari UNVR sendiri adalah, agar Investor Ritel juga bisa ber-Investasi di saham ini, karena memang saham UNVR ini sudah terkenal saham MAHAL, modal ber-Investasi di saham ini per hari ini saja berada di level 4,6 jutaan untuk 1 lotnya.
Sehingga aksi UNVR akan segera melakukan stock split seperti ini, terdengar ‘seperti’ niat baik bukan? Namun, agar terlihat lebih masuk akal, saya sarankan agar kita melihat dari kacamata orang – orang yang punya kepentingan, apakah mereka membuat aksi ini untuk memikirkan kepentingan kita? Saya pikir tidak.
Kinerja saham UNVR
Kami melihat keunggulan saham UNVR lah yang sekaligus menjadi kelemahan mereka, sehingga rencana Stock Split ini ada. UNVR memiliki track record yang sangat baik. Sejak 2008 – 2018, UNVR hanya jatuh 1 kali yaitu ditahun 2018. Bahkan di tahun 2008 saat IHSG rontok 61%, saham ini naik 16%. Bisa dikatakan, UNVR adalah satu – satunya saham yang menjaga IHSG dari kejatuhan lebih dalam lagi saat itu.
Jarang ada saham yang memiliki kinerja sebaik UNVR di IHSG, dan justru karena hal inilah Bandar UNVR bisa sulit bergerak. Karena memang Investor yang bertransaksi di saham ini lebih cenderung Buy and Hold karena berpikir bahwa saham ini akan terus naik. Bayangkan jika semua Investor Ritel hanya Buy and Hold, Bandar di saham ini tentu akan sangat kesulitan untuk membeli maupun melepas saham.
Ditambah lagi, harga saham UNVR yang saat ini terbilang cukup tinggi, sehingga lebih cenderung untuk mengurangi minat Investor Ritel untuk keluar masuk di saham ini. Ilustrasi sederhananya seperti ini, kita tahu Rumah lebih mahal dari Mobil, oleh karena itu untuk transaksi Rumah per unitnya akan jauh lebih sedikit dari Mobil. Mungkin secara nilai bisa lebih besar, tetapi untuk jumlah unit yang di transaksikan, lebih sedikit.
Coba anda pikirkan bagaimana perasaan Bandar, mereka sudah capek – capek mengerek harga saham, lalu ketika mereka mau profit taking, mereka malah kesulitan untuk menjual barang mereka sendiri. Lalu buat apa mereka melakukan ini semua? Yang pasti bukan untuk AMAL.
Stock Split Ratio
Menurut saya skenario paling masuk akal dari rencana stock split ini adalah, membagi lebih kecil nilai satuan dari saham UNVR, sehingga ketika mereka mau melakukan Profit Taking, Investor Ritel dengan modal kecil pun bisa berpartisipasi menampung barang jualan mereka.
stock split ratio-nya sendiri, belum pasti apakah akan berada di 1:10, 1:5, atau bahkan ratio lain. Tetapi yang pasti saham ini akan lebih terjangkau dibanding saat ini yang berada di harga 4,6 juta per 1 lot nya. Beberapa pertimbangan untuk ratio stock split ini sebenarnya cukup menarik untuk diperhatikan.
Bila memilih stock split dengan ratio 1:10, maka UNVR akan berada 1 level dengan BBRI dan TLKM di kisaran harga 4.000an. Yang mana bila kita melihat dari sudut pandang Investor Ritel, kita memiliki pilihan yang lebih banyak untuk bermain di kelas 4.000an. Karena memang diversifikasi dari ketiga saham ini cukup baik, ketiganya berasal dari sektor yang berbeda. BBRI dari sektor perbankan, TLKM dari sektor telekomunikasi dan infrastruktur, sedangkan UNVR berada di sektor Konsumer.
Dan bila melihat dari sudut pandang BANDAR, terlihat kedua saham ini (BBRI dan TLKM) cukup sukses dibandari di level harga saat ini. Bandar tidak terlihat kesulitan melakukan aksi profit taking karena banyak Investor Ritel seperti YP, PD, NI, KK, DH, dan lain – lain, yang MAU dan MAMPU menampung aksi profit taking Bandar di harga tersebut. Dengan kata lain, proses perpindahan barang dari Bandar ke Investor Ritel terbilang mulus dan sesuai skenario. Bandar keluar, Ritel Masuk, begitu juga sebaliknya.
Sedangkan bila UNVR stock split 1:5 ke level 9.000an, UNVR akan menjadi pilihan yang kompetitif untuk ICBP yang juga di sektor Konsumer dan berada di harga yang cukup dekat (11.000an). Pasalnya kedua saham ini memang perusahaan yang sangat dikenal publik, produknya pun kita gunakan setiap hari. Tentu apabila stock split UNVR ke harga 9.000an ini bisa merebut pasar Investor Ritel yang selama ini MAU dan MAMPU aktif bertransaksi di kisaran harga 1 jutaan (seperti di ICBP) per lotnya.
Skema Stock Split bagi Investor Ritel
Memang mempertimbangkan ratio stock split akan cukup krusial untuk nasib saham UNVR kedepannya. Oleh karena itu, yang perlu dicari adalah titik tengahnya, antara tidak terlalu murah sehingga Investor Ritel bisa mengacaukan pergerakan Bandar. Dan tidak terlalu mahal agar ada CUKUP Investor Ritel yang bisa berpartisipasi.
Karena balik lagi ke tujuan awal, BANDAR tidak butuh terlalu banyak ataupun terlalu sedikit, tetapi butuh CUKUP Investor Ritel, yang bisa menampung barang jualan mereka. Bila Investor Ritel terlalu sedikit, maka Bandar akan sulit melakukan Profit Taking, sehingga alternatifnya mungkin mereka harus promosi lebih banyak, atau bahkan menjual lebih rendah sampai mereka mendapatkan jumlah yang cukup.
Sedangkan bila partisipasi Ritel terlalu banyak, nasib mereka mungkin akan seperti HMSP, mantan Primadona sektor Konsumer yang saat ini harganya menjadi tidak karuan. HMSP sempat melakukan Stock Split dari harga 90.000 dengan ratio 1:25 menjadi kisaran 3.000an pada pertengahan 2016 lalu. Dan nampaknya besarnya ratio pembagi yang diberikan, serta nama besar dari HMSP ini, memancing Investor Ritel menggila, sehingga saham ini malah terlihat sulit dikendalikan.
Salah satu contohnya, Bandar yang diwakilkan Investor Asing, terlihat beberapa kali masuk dalam jumlah besar ke saham ini, tetapi harga tetap saja tidak bisa naik. Dan setelah dilihat pada peta kepemilikan Investor di saham HMSP, ternyata memang porsi Investor Ritel terus meningkat dari waktu ke waktu, sehingga menyulitkan Bandar untuk menggerakkan harga saham tersebut.
Namun terlepas dari bagaimanapun keputusan nantinya, yang jelas keputusan ini dibuat untuk membantu Bandar, agar lebih mudah untuk mengontrol harga saham UNVR. Disaat Bandar perlu melakukan Profit Taking, ada cukup Investor Ritel yang menampung barang jualan mereka, dan disaat Bandar mau mengerek kembali harga saham UNVR, ada cukup Investor Ritel yang mau melepas saham mereka.
Kesimpulan
Bila harus merangkum semua dengan sepenggal kalimat yang mudah dicerna, “Seluruh aksi korporasi, dibuat untuk kepentingan perusahaan, bukan kepentingan Investor Ritel”. Bagi bapak ibu yang memiliki perusahaan tentu paham dengan jelas arti dari kalimat ini. Semua peraturan dibuat untuk menyelamatkan perusahaan kita dari kerugian, atau untuk mengambil untung yang lebih besar.
Jadi menurut saya, terlalu NAIF bila kita harus mengatakan perusahaan memikirkan kepentingan Investor Ritel, agar bisa membeli saham UNVR dengan harga yang lebih terjangkau. Kalaupun terdengar baik, mereka pasti punya kepentingan yang sebanding dengan besarnya kemudahan yang diberikan.
Joseph Gabetua S.S.T.
Analyst of Creative Trading System. Relentless Trader and Part Time Investor. Huge dreams, Small me.
5 comments
Hai mas. Saya akhir2 ini suka baca tulisan2nya. Selalu menarik dan memberikan pemahaman baru, apalagi ttg bandarmologi. Terimakasih ya
Saya kan baru belajar saham nih, tertarik utk invest buy and hold jangka panjang utk mengamankan cash dan ngalahin inflasi daripada ditabung di bank aja. Tapi setelah baca2 artikel gini, kok jadi ngeri gini ya.
Jadi sebaiknya gimana? Semua perusahaan apakah pasti ada bandarnya? Kalau gitu ga aman dong sewaktu2 bandar mau PT harga bisa jatuh.
Kalau gitu, bagusnya ritel di Indonesia harus super banyak dong y. Jadi bisa ngalahin bandar. Investor harus lebih banyak lagi. Gitu g si.
Terus utk yg bilang yuknabungsaham masa skrg ini apakah masih relevan
Halo. Terima kasih sudah baca.
Singkatnya, kita semua (kecuali Bandar) adalah Price Taker. Kita cuma menerima harga kayak gimana, dan tanpa ada Bandar harga saham ga bisa gerak signifikan.
Jadi saran saya, kalo mau Investasi justru cari saham – saham yang memang sampai beberapa tahun kedepan, kemungkinan Bandarnya masih minat. Justru kalo Bandarnya udah ga minat baru kita perlu khawatir. Karena artinya saham ini udah ga bisa gerak lagi.
Nah saham yang Bandarnya masih minat, kemungkinan perusahaan yang memang ada nilainya. Masih punya prospek. (Fundamental Baik)
Kira – kira seperti itu yang bisa saya bantu jawab.
Terima kasih
Setuju 100%. Awalnya BBCA yang “katanya” dilobi untuk melakukan stock split. Namun pemegang saham mayoritas belum berminat.
Make sense penjelasannya..
Hal ini bisa mengingatkan para ritel bahwa dibalik aksi korporasi ini bukan karena korporasi bermaksud baik dg retail tp untuk mencapai kepentingan mereka sendiri.
Tidak terpikirkan sebelumnya perihal tujuan stock split tapi setelah membaca artikel ini sy jd mendapat wawasan baru ttg logika dr rencana stock split ini.. terima kasih pak gabe.. artikelnya sungguh bagus👍