Sejak awal bulan Maret sampai akhir bulan April total dana asing yang masuk ke bursa kita sudah sebesar 18 Triliyun. Namun terlepas dari jumlah inflow dana asing yang begitu luar biasa, IHSG terlihat tidak terlalu banyak mengalami kenaikan dalam 2 bulan ini, meskipun asing terus meng-akumulasi saham unggulan namun tidak banyak analis dan investor lokal yang ‘menyadari’ fakta ini. Berbagai issue baik dalam maupun luar negeri seperti (kenaikan bunga The Fed dan Pilkada DKI) terlihat jauh lebih sering dibahas dalam 2 bulan terakhir ini.
Jika dilihat dari sudut pandang investor asing, kondisi 2 bulan terakhir merupakan kondisi yang mereka harapakan, karena kita sering lupa bahwa setiap kali investor asing tercatat net buy di suatu saham, di saat yang sama ada investor lokal yang menjual sahamnya kepada investor asing. Jadi dengan kata lain investor asing dan lokal tidak boleh memiliki pandangan yang sama.
Jika investor asing sangat optimis dengan kondisi IHSG kedepan dan ingin membeli saham sebanyak-banyaknya sebisa mungkin investor lokal harus dibuat pesimis suapaya mau menjual saham sebanyak-banyaknya. Itu sebabnya di tengah akumulasi asing besar-besaran dalam 2 bulan terakhir, berita-berita mengenai suku bunga The Fed dan Pilkada DKI terus diangkat untuk membuat investor lokal pesimis dan mau menjual sahamnya ke investor asing. Trik seperti ini paling tidak sudah digunakan dalam 6 tahun terakhir, namun terlihat masih terus berhasil ‘menjebak’ investor dalam negeri.
Selain menggunakan berita dan report-report sekutirtas, ada satu senjata lain yang selalu digunakan investor asing untuk mengendalikan persepsi investor lokal sesuai dengan kepentingan mereka, yaitu dengan ‘mempermainkan’ pergerakan harga.
Investor Asing sangat sering mempermainkan pergerakan harga ketika mereka dalam fase akumulasi, terutama setelah Creative Trading System berhasil menciptakan Foreign Flow System di tahun 2010 lalu dan terus mengembangkannya dari tahun ke tahun, pemahaman investor lokal terhadap pergerakan dana asing menjadi jauh lebih besar.
Itu sebabnya jika satu hari ada saham yang diakumulasi asing dalam jumlah besar, besoknya perhatian investor lokal akan langsung tertuju pada saham tersebut, investor lokal yang belum punya saham ini jadi ingin membeli, dan yang sudah punya tidak ingin cepat-cepat menjual, perubahan kondisi tersebut tentu tidak menguntungkan investor asing kalau mereka memang masih ingin terus melanjutkan akumulasi mereka.
Hal yang sama baru saja terjadi di saham TLKM minggu lalu, setelah terjadi inflow besar-besaran (terbesar sepanjang sejarah), banyak investor lokal yang langsung mencoba memanfaatkan momentum ini untuk menunggangi pergerakan investor asing. Dalam kondisi seperti ini investor asing adalah dengan mempermainkan harga saham yang bersangkutan.
Investor asing tahu kalau mayoritas investor lokal beranggapan jika hari ini investor asing melakukan pembelian, maka besok harganya akan naik,sama seperti ‘mindset’ investor ritel, yang kalau hari ini beli saham, langsung berharap besok hargnaya naik.
Namun jika kita memposisikan diri kita sebagai investor asing yang memiliki rencana membeli dalam jumlah yang besar dan pembelian tersebut bisa dilakukan dalam waktu 1 hari maka kenaikan harga di masa akumulasi jelas merugikan mereka, apalagi jika kenaikan harga juga disertai dengan turunnya niat jual investor lokal.
Itulah sebabnya di masa akumulasi asing sering mempermainkan harga saham, ketika kondisi sudah terlalu ‘hot’ karena akumulasi yang mereka lakukan, mereka umumnya secara sengaja mengurangi/menghentikan akumulasi mereka untuk beberapa hari sambil menurunkan harga saham yang bersangkutan.
Hal ini memang sangat menyebalkan buat investor lokal yang fokus menggunakan strategi mengikuti pergerakan investor asing, karena meskipun kita akhirnya sudah paham mengapa setelah asing memborong saham, harga justru bisa turun dalam jangka pendek, namun penurunan harga jangka pendek itu tidak menghapus fakta bahwa barang yang sudah di akumulasi perlu dijual lagi, dan karena setiap investor yang membeli saham memiliki tujuan untuk mencari keuntungan, jadi keuntungan hanya bisa diperoleh dengan cara menjual saham yang dibeli di atas harga beli mereka. Jadi meskipun harga bisa mereka turunkan, namun strategi tersebut bukan untuk melakukan distribusi/ profit taking. Untuk Investor Asing memperoleh keuntungan, mau tidak mau harga harus kembali dinaikan untuk dapat melakukan profit taking.
Itulah sebabnya salah satu metode analisa yang sangat disukai oleh para trader yang menggunakan analisa Foreign Flow adalah mencari saham-saham yang sudah dalam kondisi di ‘mark down’ setelah cukup lama di akumulasi oleh asing. Pada saham-saham tersebut bukan hanya investor asing sudah mengakumulasi dalam jumlah besar, namun harganya juga sudah diturunkan pasca akumulasi untuk mengusir investor lokal.
Jika kita beruntung kita bahkan bisa menemukan saham yang sudah diakumulasi dalam jumlah besar, dan harga sudah diturunkan ke bawah average harga akumulasi asing, artinya jika kita membeli sahamnya pada level harga tersebut maka modal kita di saham tersebut akan lebih rendah daripada modal average akumulasi asing, bukan cuma itu karena harga sudah berada di bawah average akumulasi asing, maka resiko asing tiba-tiba mendistribusi saham tersebut menjadi sangat kecil, karena harga sudah dibawah harga modal pembelian mereka.
Saat ini ada 1 saham Blue Chip yang memenuhi kriteria tersebut, saham ini sudah di akumulasi asing sebesar 2,6 Triliyun lebih sejak awal akumulasi besarnya bulan Maret lalu, dan harga saham ini sekarang sudah berada di bawah average akumulasi asing dalam periode tersebut.
Related: Jika anda tertarik mempelajari tentang ilmu yang mendalami pergerakan Investor Asing di bursa kita, anda bisa mempelajarinya dalam WORKSHOP FOREIGN FLOW Akhir Tahun yang akan diadakan di MEDAN (23/9), JAKARTA (14/10), SURABAYA (21/10), dan secara ONLINE. Info lengkapnya bisa dilihat disini.
Saham tersebut adalah saham BMRI, seperti terlihat pada grafik di atas ada akumulasi besar yang terjadi di saham ini sejak pertengahan bulan Maret lalu, akumulasi asing sempat membuat saham ini naik secara signifikan di akhir bulan Maret lalu ke level 12.400an, namun setelah kenaikan tersebut investor asing tampak me-markdown saham ini sehingga harganya turun sampai ke level 11.400. Namun meskipun harganya turun investor asing terus melakukan akumulasinya sepanjang bulan April lalu, secara total investor asing menambah pembeliannya di BMRI sebesar 1.4 Triliyun. Dengan total akumulasi 2.6 T sejak tanggal 16 Maret, dan average harga pembelian di level 11.823, yang notabene lebih tinggi dari harga BMRI saat ini di 11.700. Hal ini yang membuat BMRI menjadi saham yang menarik untuk diperhatikan saat ini, karena potensi kenaikan dalam jangka menengah cukup tinggi, mengingat akumulasi asing di saham ini sudah sangat besar, dan untuk melakukan profit taking saham ini perlu naik cukup signifikan dari level harga saat ini.
Jika kita mengambil periode lebih panjang sejak awal akumulasi asing di saham ini di akhir bulan November lalu, total pembelian asing di saham ini sudah mencapai 5 Triliyun rupiah, dan average pembelian asing di level 11.400 hanya 300 rupiah di atas harga saat ini. , jadi sangat kecil kemungkinan investor asing melakukan penjualan besar-besaran saat ini mengingat jumlah pembelian asing di saham ini sudah mencapai 5 Triliyun rupiah
Website Administrator
Creative Trading System | Creative Idea in Stock Market