Beberapa waktu lalu kami mendapat email yang berisi satu pertanyaan yang cukup menarik dari salah satu pembaca website kami, dia mengaku masih newbie di market, namun jika dilihat pertanyaan yang disampaikan, saya berpendapat Ibu yang satu ini, sudah cukup banyak belajar mengenai trading saham, dan kemungkinan setelah banyak belajar beliau justru bertambah bingung, karena teori yang dipelajari di satu buku, berbeda dengan buku yang lain. Di bawah kami lampirkan pertanyaan yang beliau berikan :
Permisi, saya masih newbie, saya punya pertanyaan. Kalau berkenan mohon dijawab.
– Analisa fundamental mengatakan harga digerakan oleh kinerja perusahaan
– Analisa technical mengatakan harga digerakan oleh candlestick di masa lalu
– Analisa bandarmology mengatakan harga digerakan oleh bandar
Sebenarnya analisa mana yang benar, atau semuanya benar ?
Pertanyaan di atas mungkin juga jadi pertanyaan banyak para investor pemula di stock market, ‘siapa atau apa’ yang sebenarnya menggerakan harga saham, Fundamental Perusahaan-kah, Bandar/Big Player-kah, atau pola-pola atau bentuk candlestick ?
Saya akan coba bahas satu per satu…
Pada intinya harga saham adalah kepemilikan dari sebuat perusahaan, jadi sangatlah wajar kalau harga saham mencerminkan nilai perusahaan tersebut. Jadi secara logika kalau perusahaannya semakin bagus, wajar kalau harga sahamnya pun semakin mahal. Karena prinsip “Semakin bagus barang maka akan semakin tinggi harganya tentunya sudah ada di kepala setiap orang, karena prinsip tersebut tidak hanya berlaku di saham, tapi di semua barang.”
Semakin bagus sendal jepit, akan semakin mahal pula harganya.
Hal yang sama juga tentunya bisa terjadi di saham, salah satu contohnya adalah saham BBCA, kita semua tahu kalau BCA adalah perusahaan yang bagus, pelayanannya bagus, kinerjanya bagus, dan untungnya pun terus meningkat dari tahun ke tahun, seiring dengan semakin bagusnya perusahaan dari tahun ke tahun, harga saham BBCA pun terus bertambah mahal dari tahun ke tahun.
Namun kalau kita menggunakan BBCA sebagai sample, kita juga tidak boleh tutup mata dengan sample-sample lainnya, karena kalau mau fair ada lebih banyak sample saham-saham dengan fundamental buruk namun bisa terus naik harganya, dan ada banyak pula perusahaan yang fundamentalnya naik tapi harga sahamnya tidak naik-naik. Bahkan kalau kita melihat saham-saham dengan yang naik paling tinggi setiap tahunnya kita akan mendapati kalau setiap tahun saham-saham yang naiknya paling tinggi justru saham-saham dengan fundamental yang tidak jelas bahkan abal-abal.
Salah satu contoh lain yang bisa kita pelajari adalah kasus saham AISA beberapa tahun lalu, di masa krisisnya saham AISA sempat naik dari 300 ke 700 selama beberapa bulan, karena pada saat krisis yang dialami perusahaan sudah semakin gawat, para pemegang saham pengendali tentunya ingin keluar dari perusahaan tersebut, namun disinyalir sebagai pemegang saham terbesar, mereka tidak mau menjual di harga terlalu murah, itu sebabnya mereka mengeluarkan modal untuk mereka menaikan harga AISA dulu, supaya memberikan persepsi kepada investor ritel kalau perusahaan sudah mulai pulih, sehingga meningkatkan minat beli investor, dan para pemegang saham mayoritas pun akhirnya bisa jualan di harga yang lebih baik. (Cerita lengkap mengenai AISA ini sempat kami bahas di tahun 2018 lalu dalam artikel Ditinggal Kabur Pemiliknya, Inikah Akhir dari Cerita AISA ?! )
Setelah kepemilikan perusahaan pengendali habis (di bawah 5% sehingga tidak tercatat), barulah perusahaan ini ‘hancur’ dan dalam sekarang sudah di suspend dan dituntut palit.
Kasus fenomenal lainnya adalah saham TAXI, dimana mendekati masa jatuh tempo pembayaran obligasi perusahaan, saham TAXI terbang tinggi dari 50 sampai ke 200an hanya dalam waktu beberapa hari saja, padahal pada saat itu TAXI Express sudah tidak terlihat lagi ber-operasi di jalan-jalan kota besar di Indonesia. Aksi itu juga disinyalir merupakan aksi yang dilakukan oleh para pemain besar, supaya bisa jualan saham mereka, menjelang jatuh tempo masa pembayaran obligasi perusahaan, dan setelah aksi jualan para pemain besar atau bandar tersebut dilakukan keluarlah berita kalau perusahaan tidak sanggup membayar kupon obligasi yang jatuh tempo dan akhirnya sahamnya kembali terjun bebas, di suspend dan sekarang harganya sudah kembali ke 50.
Jadi sebenarnya kalau kita mau menggunakan sample, sebenarnya jauh lebih banyak saham-saham yang bergerak tidak mengikuti kinerja perusahaanya dibandingkan dengan yang yang mengikuti kinerjanya seperti BCA. Bukan hanya AISA dan TAXI, tapi setiap hari akan ada saham-saham yang terbang harganya dan jatuh harganya tanpa bisa dijelaskan secara fundamental. Dan fakta ini tidak hanya terjadi di saham-saham ‘gorengan’ atau fundamentalnya tidak jelas atau perusahaan yang hampir bangkrut seperti AISA dan TAXI. Baru-baru ini kondisi yang kurang lebih sama terjadi di saham Bank Danamon atau BDMN, dimana setelah proses akuisis dan merger dengan BNP selesai, harga BDMN langsung turun dari 10.000an ke 4000an, padahal kalau kita mendengan perkataan para analisa fundametal merger dan akusisi tersebut bagus untuk masa depan BDMN, karena permodalan perusahaan menjadi semakin kuat, dan efisiensi perusahaan pun akan ditingkatkan.
Namun terlepas dari apa yang dikatakan analis, kenyataannya investor asing yang memegang saham BDMN tidak suka dengan aksi korporasi tersebut, dan memutuskan untuk melakukan aksi jual besar-besaran di saham ini, dan karena aksi tersebutlah saham BDMN turun sampai 60% hanya dalam jangka waktu 2 bulan.
Jadi kalau kita mau berpikir secara ilmiah dan mau menggunakan pembuktian secara sample tentunya kita akan menyimpulkan bahwa harga saham tidak ada hubungannya dengan kinerja perusahaan.
Namun saya tidak mengatakan kalau analisa fundamental itu tidak ada gunanya, buktinya Warren Buffett dan Lo Kheng Hong menggunakan analisa fundamental, dan mereka sukses besar di bursa saham. Namun sebenarnya kembali lagi, kalau kita menggunakan Warren Buffett dan LKH sebagai sample, kita juga harus menggunakan ribuan bahkan puluhan ribu investor lainnya yang juga menggunakan analisa fundamental namun gagal di market sebagai sample.
Jadi untuk menjawab pertanyaannya sebaikanya kita tidak menggunakan metode sampling seperti quickcount pemilu, karena pada akhirnya analisa hanyalah sebagian kecil dari faktor penentu kesuksesan di bursa saham. Kunci sukses Buffett dan LKH bukan hanya analisa fundamental, tapi juga kekuatan mental, pengalaman, dan juga keberuntungan karena mereka punya kesempatan membeli saham bagus di harga sangat murah, dan banyak faktor lainnya.
Jadi untuk menjelaskan apakah peran kinerja perusahaan terhadap pergerakan harga saham kita harus mengerti bagaimana mekanisme yang menentukan pergerakan harga saham.
Kita tahu harga saham hanya akan bergerak naik ketika ada orang/institusi yang melakukan pembelian besar dan membeli di harga offer sehingga menghabiskan offer-offer di beberapa fraksi. Dan harga saham hanya bisa bergerak turun, ketika ada orang/institusi yang melakukan penjualan besar-besaran di harga BID, maka harga akan turun.
Satu lagi hal yang tentunya kita tidak boleh lupa ketika ada yang membeli, harus ada yang menjual. Jadi baik ketika harga naik atau turun tetap saja ada yang beli dan yang jual. Kalau yang membeli BIG PLAYER dan yang jual small player maka harga akan naik, sebaliknya kalau BIG PLAYER yang jual, dan yang beli small player maka harga akan turun.
Itulah mekanisme pergerakan harga di bursa saham, dan itu jugalah yang menjadi dasar Ilmu Bandarmologi.
Namun hanya karena Bandar lah yang memutuskan kemana dan kapan harga saham bergerak bukan berarti analisa fundamental tidak ada gunanya.
Karena untuk sebagian besar kasus barang/saham mereka jual atau beli khan ada fundamentalnya, ada penjualannya, ada profitnya, dan ada prospectnya. Artinya barang mereka bisa meningkat nilainya secara logika, dan kalau kita jadi Bandar dan kita diberi informasi kalau profit perusahaan yang sahamnya kita Bandar naik 200%, tentunya sebagai bandar kita akan melihat informasi tersebut sebagai kesempatan yang bisa mereka gunakan untuk menggoreng saham tersebut. Karena kalau barangnya lebih bagus, tentu kalau dijual lebih mahal pun orang akan mau beli.
Di sisi lain meskipun bandar punya kendali terhadap pergerakan harga saham, namun Bandar tetap tidak punya kendali terhadap apa yang terjadi di perusahaan. Kalau perusahaanya tiba-tiba di-gerebek polisi seperti AISA, atau tiba-tiba kalah bersain karena Ojek Online seperti TAXI, bandar pun mau tidak mau harus menjual barangnya sebanyak mereka bisa, karena kalau barangnya sudah busuk, dan orang lain tahu barangnya busuk, orang lain juga tidak mau beli barang tersebut, dan kalau masih laku dijual, kita pun justru ingin menjual saham tersebut.
Jadi jelas fundamental atau kondisi perusahaan ada efeknya terhadap pergerakan harga saham, namun tidak selalu !!!
Mengapa tidak selalu? Karena di bursa kita tidak ada peraturan yang mewajibkan Bandar, Big Player atau Asing untuk memborong saham dan menaikan harga ketika sedang ada berita bagus. Bisa saja ketika ada berita positif, bandar justru memanfaatkan berita tersebut untuk jualan, jadi harga sahamnya malah turun, bukan naik !!
Kalau pun beritanya bagus dan bandar mau menaikan harga karena berita tersebut, harganya tidak harus dinaikan ketika beritanya keluar di koran, umumnya bandar bisa tahu berita positifnya beberapa minggu bahkan beberapa bulan sebelum sebuah berita keluar di koran. Jadi mereka melakukan pembelian dulu sebelum berita positif tersebut ke publik, karena kalau bandar mau membeli saham, jauh lebih mudah dilakukan ketika berita positifnya belum keluar, supaya para investor ritelnya juga masih dengan senang hati menjual saham mereka ke Bandar di harga murah, ingat ketika ada yang beli harus ada yang jual. Itu sebabnya harga saham umumnya baru terbang ketika para investor ritel sudah pada cutloss, karena untuk Bandar bisa beli, ritel harus jual.
Baru setelah Bandar beli cukup banyak, harga sudah naik karena pembelian tersebut, barulah Bandar menyebar berita positifnya ke publik, supaya ritel yang membaca berita tersebut jadi mau membeli sahamnya, dan karena ritel mau beli, harus ada yang (berkorban) untuk jualan, di situlah Bandar jualan dan profit taking !!
Itulah sebabnya orang yang menggunakan analisa fundamental biasanya tidak peduli pada timing, mereka tidak peduli kapan harga sahamnya akan naik, mereka selalu mengandalkan KESABARAN TANPA BATAS yang mereka miliki. Bukan cuma itu pengguna analisa fundamental juga harus memiliki strategi dan cadangan modal untuk terus membeli ketika saham yang mereka beli terus turun harganya.
Salah satu contohnya adalah Pak Lo Kheng Hong sendiri, beberapa tahun lalu beliau pernah cerita kalau beliau beli saham BUMI di harga 1000an, karena percaya saham itu sudah murah untuk fundamental perusahaannya saat itu, namun harga BUMI terus turun selama 5 tahun, nggak tanggung-tanggung harganya turun dari 1000 sampai parkir di 50, namun pak LKH memiliki strategi dan punya modal untuk terus membeli meskipun harga BUMI terus turun, sampai akhirnya ketika BUMI naik lagi dari 50 ke 500, dia bisa jualan dalam kondisi untung.
Jadi kalau pertanyaannya siapa yang mengatur pergerakan harga, jawabannya jelas Big Player atau Bandar, merekalah yang ‘bertugas’ mengatur pergerakan harga di Bursa. Bahkan investor ritel sebesar Lo Kheng Hong pun tidak memiliki kendali di untuk mengantur pergerakan harga di saham BUMI, dan nyangkut dari 1.000 ke 50.
Namun fakta bahwa big player-lah yang mengatur pergerakan harga, tidak harus diterjemahkan bahwa satu-satunya analisa yang ‘benar’ adalah analisa yang menganalisa pergerakan Bandar. Memang benar pada akhirnya Bandarlah yang memutuskan arah pergerakan harga, memang salah satu strategi yang bisa kita lakukan sebagai investor ritel adalah dengan cara mengikuti pergerakan Bandar !! Namun seperti contoh di atas, jika kita ‘dianugrahi’ kesabaran yang hampir tanpa batas seperti Pak Lo Kheng Hong dan memiliki management modal yang baik untuk bisa terus melakukan pembelian jika harga saham yang kita beli diturunkan Bandar, maka kita pun bisa meraih keuntungan yang luar biasa seperti bapak LKH. Namun tentunya strategi tersebut hanya bisa digunakan di saham yang nerkualitas, yang benar-benar ada isinya, ada prospectnya, dan ada profitnya, ada assetnya, karena kembali lagi kalau Sendal Jepitnya Bagus, Bandar Pun tidak akan mau terus-menerus menjual sendal jepit itu di harga discount.
Saya harap penjelasan di atas bisa mencerahkan rekan-rekan yang mungkin masih newbie dan masih sering dibingungkan dengan misteri yang terjadi di balik pergerakan harga saham. Sementara untuk Analisa Technical saya akan coba jelaskan di lain kesempatan…
Founder & Creative Director of Creative Trading System.
Creative Thinker, Stock Trader, Typo Writer & Enthusiastic Teacher.
Big believer of Sowing and Reaping.
Just A Simple Man with Extraordinary God
8 comments
Good..lanjutkan analisanya creatuve trader
Good
Oke good analisis
lalu bagaimana pendapat Anda tentang analisa teknikal yg mengatakan harga bergerak sesuai pola pergerakan harga di masa lalu?
AISA busuk gw sikat di posisi 480.
Nanti Private Placement naik dari 200, tak buang semua.
Saya tdk takut cut loss.
Terima kasih pak agha atas pencerahannya…keren
Analisa yg masuk akal,memotivasi saya untuk membeli saham
Bagus bro