Beberapa minggu terakhir marak pembahasan mengenai delisting saham TMPI dari bursa kita. OJK memutuskan untuk menhapus saham ini dari bursa kita karena memang perusahaannya sudah sudah sejak lama perusahaan ini sudah tidak diurus lagi.
Namun yang menarik perhatian adalah sebelum di delisting, 99.86% saham ini dimiliki oleh publik, yang artinya tidak ada Bandar atau Pemain besar yang dirugikan dengan proses delisting ini, dan seluruh korbannya adalah investor ritel. Lalu pelajaran apakah yang bisa didapat oleh para investor ritel supaya tidak terjebak dalam kondisi yang sama di kemudian hari?
Dalam artikel ini kami akan membahas mengenai apa yang dilakukan Bandar sebelum ‘kematian’ saham TMPI ini, dan bagaimana cara Bandar menjual seluruh sahamnya ke investor ritel sebelum perusahaannya dibubarkan.
Dalam ilmu bandarmologi diajarkan bahwa harga saham hanya dapat bergerak signifikan kalau saham tersebut ada yang mengatur harga alias ada bandarnya. Jadi memang sangatlah berbahaya kalau sebuah saham sampai tidak ada Bandarnya, dan kepemilikannya dikuasai sepenuhnya oleh investor ritel, seperti kasus TMPI ini. Karena kalau tidak ada yang mengatur pergerakan harga, maka harga saham akan cenderung turun (sampai ke 50) seperti yang terjadi di TMPI.
Namun kondisi yang terjadi di TMPI bahkan lebih buruk lagi, karena di TMPI bahkan sudah tidak ada lagi pemegang saham mayoritas, yang artinya menjelang delisting seluruh saham TMPI sudah dikuasai publik / investor ritel.
Hal ini jelas merupakan indikasi yang buruk, karena itu berarti tidak ada lagi pemain besar yang memiliki kepentingan di saham ini. Kalau tidak ada kepentingan untuk digerakan, lalu untuk apa untuk apa lagi ‘keberadaan’ saham ini dilanjutkan. Karena untuk listing di bursa saham ada banyak biaya yang harus dibayar, ada banyak peraturan yang harus dipatuhi, dll. Jadi kalau memang sudah tidak ada lagi keuntungan yang bisa didapat dari saham ini, sahamnya cukup dibiarkan saja, maka saham ini akan di suspend dengan sendirinya dan akhirnya di delisting.
Saya akan coba menganalogikan saham sebagai sebuah kasini. Saya tahu meng-anologikan pasar modal seperti layaknya kasino bukan analogi yang baik, karena kasino memiliki banyak konotasi negatif. Namun menurut saya inilah analogi yang paling mudah dipahami.
Bayangkan sebuah kasino, yang ditinggal pergi oleh bandarnya sendiri. Pertanyaanya kalau bandarnya pergi, apakah itu artinya semua pengunjung kasino tersebut akan menang ?! Tentu tidak. Kalau Bandarnya pergi, maka kasinonya akan tutup. Karena tidak ada lagi yang mengatur jalannya kasino tersebut. Hal yang sama juga bisa terjadi di saham, jika Bandarnya pergi seperti TMPI.
Lalu bagaimana mendeteksi datangnya bahaya seperti ini dengan analisa bandarmologi?
Sebuah saham tidak akan secara otomatis dikuasai sepenuhnya oleh publik (ritel) seperti TMPI ini. Karena untuk bandar bisa menjual semua sahamnya ke ritel, tentu akan ada alasannya dan ada prosesnya.
Alasan yang umumnya membuat Bandar dan para pemain besar ingin menjual semua sahamnya ke publik adalah karena perusahaannya tersebut sudah bangkrut atau sudah hampir bangkrut, jadi para pemegang saham mayoritas akan berusaha membuang seluruh kepemilikannya ke publik, hal ini juga pernah kami bahas beberapa bulan sebelum di suspendnya di saham AISA, dimana pada saat itu kami menulis sebuah artikel kontroversial berjudul Ditinggal Kabur Pemiliknya, Inikah Akhir dari Cerita AISA ?!
Namun tentunya untuk BANDAR menjual perusahaan yang hampir bahkan sudah bangkrut ke Investor Ritel bukanlah hal yang sederhana. Karena meskipun perusahaannya sudah hampir bangkrut, dan bandar mau menjual saham mereka ke publik, namun untuk proses penjualan tersebut bisa terlaksana, maka di waktu yang sama para investor ritel harus bisa melihat TMPI sebagai saham yang luar biasa bagus, luar biasa berprospek sehingga investor ritel mau berlomba-lomba memborong saham perusahaan yang hampir bubar ini.
Dan sejak dulu sampai sekarang, metode yang digunakan Bandar untuk memancing ritel mau membeli saham yang mereka jual sebenarnya itu-itu saja.
Pertama, harganya sahamnya harus dikerek naik dulu supaya terlihat menarik, dengan menaikan harganya maka candlesticknya akan menarik secara Analisa Technical, kenaikan harga pun umumnya dibuat supaya bisa naik signifikan dalam waktu singkat, supaya seluruh indikator technical yang umumnya digunakan para investor ritel kompak memberikan sinyal rekomendasi beli.
Kedua, ketika Bandar mau jualan akan banyak ‘pom-pom’ yang ramai membahas saham di forum-forum saham, untuk menarik sebanyak mungkin investor ritel untuk membeli saham ini.
Terakhir untuk semakin memuluskan proses penjualan ke investor ritel, kenaikan harga juga sebaiknya disertai oleh dirilisnya berita positif di saham ini, supaya sahamnya juga menarik secara fundamental.
Memang sulit untuk membuat perusahaan yang hampir bangkrut menjadi terlihat bagus dari sisi keuangan, untuk itu fokus pembahasan fundamentalnya umumnya harus dirubah, bukan manganalisa kondisi aktual, namun fokus pada prospect masa depan.
Kondisi aktual boleh rugi, bisnis boleh tutup, hutang boleh banyak, tapi prospek kedepan bisa dibilang secerah mungkin.
Untuk kasus TMPI ini, sepertinya itulah alasan perusahaan merubah core bisnisnya dari toko eletronik, yang sudah ketinggalan jaman dan kalah bersaing, menjadi bisnis tambang emas, yang jauh lebih ‘imajiner’, sehingga lebih mudah menciptakan imajinasi bahwa masa depan TMPI akan cerah kedepannya, dan membuat ritel mau membeli saham ini.
Metode seperti inilah yang umumnya digunakan oleh Bandar dari dulu sampai sekarang ini, dan tentunya setelah saham yang ingin dijual berhasil dijual ke investor ritel, maka cepat atau lambat harga sahamnya akan terpuruk, dalam ketepurukan tersebut mungkin saja perusahaannya berhasil keluar dari krisinya, dan tidak jadi bangkrut.
Jika itu yang terjadi di tengah keterpurukan harga tersebut, Bandar akan secara perlahan melakukan akumulasi kembali dari para investor ritel yang sudah frustasi karena nyangkut, dan suatu hari akan membangkitkan lagi harga saham ini.
Sementara kalau perusahaannya tidak berhasil bangkit, ya sudah !!! Toh sekarang perusahaannya sudah milik ‘publik’, biarkan ‘publik’ yang mengurus, biarkan ‘publik’ yang menaikan harga sahamnya.
Sayangnya seperti kami juga sudah kami jelaskan dalam Teori Cabe Rawit, tidak peduli berapa banyak investor ritel yang nyangkut di saham ini, tetap saja tidak merubah fakta kalau ritel tidak bisa menaikan harga, ritel hanya bisa menganalisa sambli berharap bandar menaikan harganya, kalau tidak pernah dinaikan lagi, yaa nasib sahamnya akan seperti TMPI ini.
Turut Berduka Cita untuk para investor, selamat tinggal TMPI (Taman Makam Para Investor)
Founder & Creative Director of Creative Trading System.
Creative Thinker, Stock Trader, Typo Writer & Enthusiastic Teacher.
Big believer of Sowing and Reaping.
Just A Simple Man with Extraordinary God
2 comments
Pak Argha, gimana dengan ELTY, apa akan delisting juga ?!
Karena polanya kurang lebih sama dengan TMPI yang bapak jelaskan. Sekitar 5-8 tahun lalu semua analis fundamental mengatakan saham ini prospectnya bagus, assetnya banyak, harganya murah, bla bla bla. Ternyata itu semua jebakan supaya ritel pada beli dan bandarnya jualan.
Dan sekarang sudah di suspen. Mohon ELTY juga dibahas, saya kenal banyak orang lainnya yang sudah bertahun-tahun terjebak di saham ini. Kami semua membutuhkan penjelasan dari bapak.
Terima Kasih
Halo CTS salam kenal
Prihatin dengan kondisi investor TMPI….
Kejadian ini koreksi untuk otoritas bursa dan OJK, untuk ke depannya tidak sembarangan mengejar target banyak yang IPO, tapi harus benar2 persyartannya harus jelas dan ditegakkan sehingga kesannya tidak kecolongan memasukkan perusahaan yang tidak jelas sehingga merugikan investor yang membeli sahmmnya. Apalagi sedang digalakknya gerakan YUK MENABUNG SAHAM, maka bagaimana upaya otoriatsa bursa dan OJK agar kepercayaan pubilik untuk berbondong2 mensukseskan YUK MENABUGN SAHAM
Dan saya berharap ke depannya a ada alumini BANDARMOLOGI ( murid Pak Argha ) ada yang mau dan bisa menjadia BANDAR saham sehingga bisa menciptakan kondisi MUTUALISMA anatara Bandar dan investor ritel yang tentunya juga alumni Bandarmolig. Apalagi para alumni kompak bersinergi yang solid menjadi Bandar Besar yang bisa mengimbangi Bandar Asing
Semoga….