Sebagai seorang Investor, salah satu langkah yang paling penting untuk kita lakukan adalah merealisasikan keuntungan, atau sebutan akrabnya adalah Profit Taking. Karena selama kita belum merealisasikannya, atau kita belum menutup posisi Investasi kita, maka resiko masih mungkin datang menghampiri kita.
Mungkin untuk Investor Ritel seperti kita, Profit Taking hanya sesederhana itu. Kita close, profit sudah menjadi milik kita. Dengan ini kita sudah bisa mendeklarasikan hasil trading kita kepada rekan – rekan kita. Tetapi bagi mereka yang Investasi dalam jumlah yang sangat besar, profit taking bisa menjadi hal yang sangat rumit, bahkan mereka justru HARUS menyembunyikan aksi ini dari banyak orang.
Mengapa? Karena untuk bisa keluar dengan jumlah yang sangat besar, maka mereka juga butuh pembeli yang either sangat besar, sangat banyak, atau keduanya.
Volatilitas JPFA Menggila
Sejak awal tahun 2019, JPFA, bergerak cukup liar. Bagi anda yang mengikuti saham ini, atau bahkan memiliki saham ini, pasti mengerti apa yang kami maksud. Awal tahun ini, JPFA dibuka di level 2.150. Dan belum genap sebulan, JPFA sudah naik 44% ke level 3.100. Bahkan bagi trader yang cukup sering trading di saham – saham gorengan, agak jarang bisa merasakan profit sebesar ini, dalam waktu yang sesingkat ini juga (perlu dicatat, JPFA memiliki market cap yang terlalu besar untuk dijuluki saham gorengan).
Tetapi dalam 5 hari terakhir (sejak 14 Februari 2019), saham JPFA sudah turun sebanyak 21,69% ke level 2310. Mungkin ini yang dinamakan Bluechip rasa Gorengan. Volatilitas saham segila ini lantas membuat kami cukup penasaran dengan aksi apa yang sebenarnya terjadi dibelakang, game seperti apa yang sebenarnya sedang mereka mainkan.
Bagi rekan – rekan yang sudah terbiasa untuk mengamati pergerakan BANDAR melalu Broker Summary, pasti mengerti apa yang sedang terjadi pada saham JPFA dalam 5 hari terakhir. Seperti terlihat jelas dalam Broker Summary di bawah sedang terjadi profit taking besar – besaran dari Bandar yang mayoritas menggunakan Broker Asing.
Dan bila melihat di sisi pembeli, kita bisa melihat kedua broker Ritel utama YP dan PD masuk kedalam Top 5 pembeli saham ini di masa kejatuhannya, semakin mengkonfirmasi kesuksesan BANDAR dalam mendistribusi saham ini.
Menurut kami, dengan distribusi sebesar ini, nampaknya cukup wajar apabila JPFA jatuh gila – gilaan seperti ini. Bahkan bila melihat dari sudut pandang teknikal, JPFA saat ini sudah menembus support di 2.310. Tetapi dengan kekuatan distribusi sebesar ini, bukan tidak mungkin untuk JPFA bisa jatuh ke level 1.915 dimana Support kedua sudah siap menanti.
Secara teori Bandarmologi, hal ini masuk akal karena memang untuk Bandar bisa merealisasikan profit mereka, mereka butuh melepas barang mereka. Tetapi apabila mereka terus melepas barang dengan cara seperti ini, mereka akan mendapat banyak masalah, salah satunya, pihak yang menampung aksi jual mereka mungkin akan pergi dengan sendirinya. Antara pergi karena kehabisan kepercayaan atau kehabisan uang, dan alhasil mereka tidak bisa menjual apa – apa lagi.
Transaksi Raksasa di Pasar Nego
Namun menariknya terlepas dari aksi pembantaian investor ritel di pasar reguler, namun perhatian publik banyak terarah pada apa yang terjadi di pasar nego. Dimana terjadi aksi jual besar-besaran di pasar NEGO.
Bila kita menarik mundur ke tahun 2016, Kholber Kravis Roberts & Co LP(KKR) membeli sekitar 441,6 juta saham dari pemegang saham mayoritas, Japfa Ltd. Dan ditambah lagi KKR menyetujui pembelian saham baru lewat Private Placement sebesar 750 juta lembar, namun dengan locked up untuk waktu yang ditentukan. Dan lock tersebut memang sudah berakhir tahun lalu, jadi memang saat ini KKR sudah bisa menjual saham yang dimilikiknya ke publik.
Berikut rincian pembelian saham JPFA yang dilakukan KKR:
Dengan melihat data ini, kita sedikit mengetahui seberapa besar kepemilikan KKR di saham JPFA. Ditambah lagi bila melihat data dari website bursa tentang kepemilikan diatas 5 %, kami tidak melihat ada nama lain untuk kepemilikan saham JPFA diatas 5%, kecuali Japfa Ltd dan KKR.
Dengan berdasarkan fakta diatas, maka kecil kemungkinan ada pihak lain yang namanya tidak terdaftar, mampu melakukan transaksi sebesar 390 juta lembar, atau setara dengan 858 Miliar Rupiah, yang terjadi di pasar nego pada tanggal 18 Februari 2019 lalu.
Jika ini benar merupakan aksi profit taking dari KKR, maka seharusnya dengan data diatas, kita bisa mengetahui seberapa besar uang yang mereka hasilkan dari aksi profit taking mereka. KKR membeli JPFA sejumlah 1,3 Miliar saham di level Rp 921. Dan menjual di pasar nego di level Rp 2.200 dengan jumlah saham yang dilepas adalah sebanyak 390 juta saham.
Dengan kata lain, dengan menjual hanya 30% dari total kepemilikan mereka di saham JPFA saja, mereka sudah bisa menghasilkan Rp 498,8 Miliar. Ini sudah mencapai 40% dari total modal yang mereka gelontorkan pada 2016 lalu.
Kesimpulan
Menurut kami, profit taking atau lebih tepatnya pindah barang yang terjadi di pasar nego ini, tidak perlu terlalu dikuatirkan. Meskipun dengan jumlah yang sangat besar, pihak tersebut tetap menjual kepada pihak lain yang sama kuatnya dengan mereka.
Dengan dasar pemahaman tidak ada pemain besar yang sebodoh itu yang mau menerima barang jualan yang sudah jenuh naik, kita juga harus jeli bahwa mungkin pihak yang mau membeli barang sebesar ini juga melihat peluang yang sama besarnya. Sehingga akhirnya mereka masih mau menampung barang dari pihak yang sudah untung 40% lebih.
Yang kita perlu kuatirkan justru aksi distribusi Bandar di pasar reguler yang sangat besar, karena itulah yang menyebabkan penurunan harga, karena terlepas dari KKR yang jualan, atau pihak BIG PLAYER lainnya yang menlakukan pembelian yang jualan tetap saja ketika BIG PALYER menjual ke ritel seperti saat ini, harga akan jatuh juga.
Sekilas menurut pandangan kami, JPFA mungkin akan rebound dalam waktu dekat, karena Bandar perlu jaga ekspektasi Investor ritel lain ketika melihat saham ini jatuh 5 hari berturut – turut turun. Namun jika aksi distribusi BANDAR terus berlangsung, menurut kami kalau pun harganya rebound tidak akan berlangsung lama, karena tujuan Bandar menaikan saham ini hanya untuk membuat saham ini tetap menarik, dan ritel kembali mau membeli saham ini.
Joseph Gabetua S.S.T.
Analyst of Creative Trading System. Relentless Trader and Part Time Investor. Huge dreams, Small me.