Seperti kita ketahui sejak diberikannya Rating Investment Grade pada Indonesia, investor asing tidak henti-hentinya melanjutkan aksi profit takingnya di bursa kita. Sejak tanggal 24 Mei lalu sampai penutupan hari Jumat kemarin total dana asing yang keluar dari bursa kita sudah sebesar 22.4 Trilun. Namun berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya dimana IHSG selalu jatuh ketika investor asing melakukan penjualan besar-besaran, namun hal yang sama tidak/belum terjadi di tahun ini, sejak dimulainya aksi jual asing di bulan Mei lalu sampai sekarang, IHSG hanya bergerak sideways di kisaran 5.750 – 5.900an, sambil sesekali berhasil mencetak record tertingginya sepanjang sejarah, sebelum akhirnya kembali terkoreksi seperti yang kembali terjadi minggu lalu.
Memang jika kita melihat sejarah pergerakan IHSG, tidak dapat dipungkiri kalau di masa lalu IHSG hanya bisa naik signifikan kalau dana asing sedang masuk dalam jumlah besar ke bursa kita, dan IHSG hanya akan turun signifikan kalau investor asing sedang melakukan aksi profit taking.
Namun karena sampai saat ini IHSG belum juga mengalami penurunan signifikan, meskipun investor asing sudah melakukan aksi profit taking sejak bulan Mei lalu, maka adalah sesuatu yang wajar jika investor mulai mempertanyakan akurasi dari analisa foreign flow untuk kondisi market saat ini.
Karena itu dalam 2 bulan terakhir ini kami mendapat banyak pertanyaan mengenai kemungkinan adanya pergeseran kekuatan di bursa kita. Puncaknya minggu lalu kami mendapat undangan dari pihak Bursa Efek Indonesia, untuk mendiskusikan anomali yang terjadi di IHSG saat ini, dalam wawancara khusus yang disiarkan secara langsung oleh IDX Channel.
Sebagai pihak yang memperkenalkan dan mempopulerkan Analisa Foreign Flow kepada publik yang juga memiliki pengalaman lebih dari 7 tahun mengamati pergerakan dana asing secara mendetail, kami memang merasa berkewajiban untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul tersebut.
Tujuan kami menjawab bukanlah untuk ‘ngotot’ mempertahankan argumen atau teori yang selama ini kami buat, karena tujuan utama kami menciptakan analisa Foreign Flow dan berbagai metode analisa lainnya adalah untuk mencari keuntungan dan bukan untuk menjadi ilmuwan atau analis yang sudah cukup bangga karena analisa atau hipotesanya benar. Itu sebabnya kami tidak pernah tertarik untuk ikut dalam debat-debat publik, untuk mempertahankan analisa atau opini yang kami keluarkan, karena kami selalu memegang prisip bahwa Making Money is More Important Than Being Right.
Jadi kami bukan hanya ‘bangga’ menjadi pihak pertama yang memperkenalkan Analisa Foreign Flow ke Investor Saham di Indonesia, tapi jika memang kenyataan menunjukan bahwa sudah terjadi pergeseran kekuatan dan Investor Asing tidak lagi memegang kendali di bursa kita maka kami juga akan dengan bangga menjadi pihak pertama yang mengatakan bahwa Analisa Foreign Flow ternyata tidak relevan lagi.
Kita tahu bahwa sekarang dunia bergerak sangat cepat, dan kita melihat banyak perusahaan yang bangkrut karena mereka ‘ngotot’ mempertahankan metode yang dimilikinya karena sebelumnya pernah berhasil, tanpa melihat realita tekini. Untuk itulah team riset kami bekerja setiap hari, untuk melihat perubahan-perubahan yang ada, sehingga metode-metode yang kami ciptakan dan gunakan tetap relevan dengan kondisi market saat ini, dan yang paling penting dapat membantu kami memperoleh keuntungan.
Ok, mari kita mulai pembahasan kita :
Jika kita mengingat pergerakan IHSG dalam 5 bulan ini kita merasa seakan-akan ada yang sedang menjaga pergerakan IHSG dari kejatuhan, seringkali IHSG terlihat dalam kondisi buruk seakan-akan siap untuk jatuh karena terjadi penurunan indeks yang disertai outflow asing yang besar, namun ketika kita mulai berhati-hati dan bersiap-siap menghadapi kejatuhan IHSG, indeks malah secara perlahan bergerak naik kembali, menghapus semua penurunan yang terjadi sebelumnya. Kondisi ini terjadi berulang kali selama fase distribusi investor asing ini, hal ini membuat banyak investor dalam negeri mengalami kebingungan.
KEPEMILIKAN ASING DI BURSA KITA
Jika kita melihat dari persentasi kepemilikan investor asing di bursa kita dari data yang dirilis oleh KSEI di akhir September lalu, saat ini kepemilikan investor asing di bursa kita sebesar 52.2%, jumlah ini hanya turun 2.8% dari level tertingginya tahun ini pada bulan Mei lalu di kisaran 55%. Jadi jika kita melihat dari sudut padangan nilai kepemilikan investor asing di bursa kita masih sangat jelas kalau bursa kita masih dikuasai oleh investor asing.
Data ini juga mengugurkan asumsi kalau investor asing sudah ‘kabur’ dari bursa kita, karena meskipun sudah jualan lebih dari 4 bulan, aksi jual asing tersebut hanya mengurangi kepemilikan investor asing di bursa kita sebanyak 2.8%. Jadi bisa dikatakan tidak mungkin investor asing keluar seluruhnya dari bursa kita, karena investor dalam negeri tidak memiliki kekuatan untuk menampung semua saham yang dimiliki investor asing.
Fakta itu membuat banyak pihak beranggapan bahwa ada yang sedang ‘menahan’ IHSG’ dari kejatuhan, namun jika IHSG memang ditahan dan dijaga supaya tidak turun, pertanyannya siapa yang sedang menahan IHSG ? Siapa yang sanggup menampung 22 Triliun aksi jual asing selama 5 bulan terakhir ?!
ASUMSI PERTAMA: ADA INTERVENSI DARI PEMERINTAH YANG MEMBUAT IHSG TIDAK TURUN
Dalam voting yang kami lakukan minggu lalu, 33% dari pembaca yang yakin kalau IHSG tidak akan turun meskipun investor asing terus melakukan aksi jual besar-besaran percaya kalau sedang terjadi intervensi pemerintah terhadap IHSG .
Pembelian yang sedang dilakukan pemerintah dipercaya membuat IHSG tetap sanggup berada di level 5.800-5.900an meskipun investor asing sudah melakukan aksi jual sebesar puluhan Triliun. Para investor tersebut percaya bahwa intervensi pemerintah adalah satu-satunya kekuatan yang sanggup menandingi kekuatan investor asing di bursa kita.
Benar tidaknya asumsi ini sangat sulit untuk dibuktikan, karena memang sejauh ini tidak ada statment resmi dari Team Ekonomi pemerintah, atau dari Kementrian BUMN yang menginstruksikan untuk menggunakan uang negara atau uang BUMN untuk masuk ke pasar modal kita dan menahan aksi jual yang dilakukan oleh investor asing.
Bahkan fakta yang kita tahu, dalam 1 tahun terakhir beberapa BUMN justru sibuk menggalang dana dari masyarakat dengan melakukan right issue, dan menerbitkan obligasi. Jadi kalaupun intervensi itu terjadi, hal tersebut dilakukan secara ‘diam-diam’ oleh pemerintah.
Karena benar tidaknya asumsi tersebut kemungkinan tidak akan pernah diklarifikasi oleh pemerintah, mari kita coba tellah secara bandarmologi, untuk mengerti logika di balik intervensi ini (kalau memang ada). Secara Bandarmologi ada beberapa pertanyaan penting yang perlu dijawab untuk kita bisa meyakini ada intervensi dari pemerintah.
Apa Tujuan dari Intervensi ?
Ada yang percaya pemerintah sengaja menahan IHSG supaya investor asing melihat kondisi ekonomi Indonesia dalam kondisi yang sehat, sehingga lebih banyak lagi investor asing yang mau masuk ke Indonesia dan berinvestasi di sektor riil.
Memang benar indeks saham di suatu negara sering menjadi indikator pertama yang dipakai untuk melihat kondisi ekonomi suatu negara, Namun IHSG tentu bukan indikator satu-satunya. Sangatlah mustahil jika satu-satunya pertimbangan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia adalah IHSG, dan keputusan berinvestasi di negara kita diambil karena melihat IHSG tembus level 5. Apalagi seperti kita ketahui investasi di sektor riil jumlahnya sangat besar dan yang terkadang butuh waktu lebih dari 10 tahun baru keuntungannya dirasakan. IHSG hanyalah indikator pertama yang dilihat investor asing yang belum mengenal keadaan Ekonomi Indonesia, namun jelas bukan indikator utama untuk keputusan investasi.
Lagipula kalau IHSG turun ke 5.000 sekalipun, IHSG tetap akan menjadi indeks yang menhasilkan return terbaik dalam 10 tahun terakhir di dunia, artinya prospek ekonomi Indonesia dari sudut pandang bursa saham akan tetap terlihat cerah meskipun IHSG mengalami koreksi yang cukup besar dalam beberapa bulan terakhir. Jadi asumsi pemerintah sedang menintervensi IHSG untuk menarik modal asing jelas bukanlah asumsi yang solid.
Lalu bagaimana jika tujuannya untuk mencari keuntungan di bursa saham?!
Dalam ilmu bandarmologi kita belajar bahwa ada perbedaan yang sangat besar dalam berinvestasi di bursa saham yang dialami pemain ritel seperti kita, dan pemain besar seperti investor asing apalagi pemerintah.
Jika kita melihat dari sudut pandang kita investor ritel kita menganggap memperoleh keuntungan sebanyak 10-20% dalam waktu 1-2 bulan merupakan target yang sangat wajar dan dapat terealisasi. Namun dari sudut pandang investor besar yang dananya Triliunan hal tersebut tidaklah semudah itu, kita bisa membayangkan kalau kita diberikan uang 1 Triliun dan harus mendapat profit 20% dalam 2 bulan, saham apakah yang akan kita beli.
Tentu kita tidak bisa membeli saham MAMI, RIMO, TRAM atau gorengan-gorengan lainnya, karena jumlah saham yang beredar di publik terbatas. Sehingga kalau kita mau membeli dalam jumlah yang sangat besar harga akan terus naik sampai puluhan bahkan ratusan persen di masa akumulasi kita, artinya modal beli kita pun akan terus naik.
Jika harga naik memang di atas kertas kita akan memperoleh keuntungan, namun untuk merealisasikannya tidak semudah itu, karena kalau kita mempunyai saham gorengan sebut saja senilai 500 Milyar, tentu kita tidak bisa hanya pasang antri jual dan berharap secara alami ritel berbondong-bondong membuyback saham yang kita miliki yang notabene harganya sudah naik puluhan bahkan ratusan persen.
Jadi untuk merealisasikan profit jelas bukanlah sesuatu hal yang mudah, kalaupun kita ‘buang di bid’ pertanyaannya seberapa banyak investor yang mau antri di bid, dan kalau semuanya ‘dihajar’ dan pada hari itu harga Auto Reject bawah, maka besoknya investor ritel sudah ketakutan, dan tidak mau lagi beli saham ini.
Karena itulah jika anda punya uang banyak dan ingin bermain di saham-saham kecil, mau tidak mau anda harus menjadi BANDAR, dan untuk menjadi BANDAR dibutuhkan skill dan proses yang lama untuk memperoleh keuntungan. Hanya bermodal uang cash saja tidak cukup untuk pemerintah bertransformasi menjadi bandar saham.
Jadi jika memang tujuan pemerintah mau mencari untung di pasar modal, maka mau tidak mau mereka harus memborong saham-saham bluechip. Memang benar jika kita membeli saham-saham bluechip kalaupun kita mau membeli senilai 1 Trilun harga belum tentu naik signifikan, jadi ketika asing sedang jualan seperti sekarang, bisa saja pemerintah mengumpulkan saham yang sedang dijual asing tersebut. Investor asing pun dengan senang hati menjual di harga tinggi, karena seperti sama-sama kita tahu investor asing melakukan pembelian di awal tahun lalu, ketika IHSG masih di 5.300an, dan tentu mereka akan sangat senang jika bisa menjual di IHSG 5.800an, tidak peduli siapa pun yang membelinya.
Pertanyaannya sekarang, setelah melakukan pemblian bagaimana pemerintah menaikan harga saham yang bersangkutan dan kepada siapa mereka akan menjual saham yang baru mereka beli dari investor asing tersebut. Karena jelas tidak mungkin dijual ke investor ritel, karena investor ritel tidak punya uang sebanyak itu, apalagi untuk membeli saham bluechip di level tertingginya sepanjang sejarah seperti sekarang.
Jadi ujung-ujungnya yang bisa membeli saham-saham tersebut adalah investor asing lagi, namun bagaimana caranya, bagaimana membuat investor asing mau membeli saham-saham yang baru saja mereka jual di harga yang lebih tinggi dari level harga jual mereka sebelumnya dalam waktu singkat ?
Salah satu senjata yang bisa digunakan pemerintah untuk menggerakan harga saham adalah dengan membuat kebijakan-kebijakan yang menguntungkan atau merugikan emiten-emitan tententu. Namun jangan lupa seperti kita bahas di atas sampai saat ini Investor Asing masih menguasai lebih dari 50% dari nilai IHSG, artinya mereka punya kekuatan yang jauh lebih besar, daripada investor dalam negeri. Meskipun mereka sudah jual dalam jumlah yang cukup besar, jumlah saham yang dijual dalam beberapa bulan terakhir paling 5-10% dari keseluruhan saham yang mereka miliki.
Jadi jika investor asing menyadari bahwa mereka sedang dikerjai oleh kebijakan-kebijakan pemerintah, maka bukan mustahil hal tersebut tidak direspon dengan aksi buyback, tapi justru aksi jual besar-besaran, hal ini bisa menjadi aksi simbolis yang dilakukan oleh investor asing kepada pemerintah dan juga dapat berguna untuk menurunkan harga saham, yang baru mereka jual.
Kalau itu yang terjadi, maka pemerintah justru akan terpojok, niat memperoleh keuntungan jangka pendek untuk mendanai project-project pemerintah, malah berujung ‘nyangkut’ karena adanya adu kekuatan antara pemerintah dengan investor asing. Jadi ujungnya bukannya memperoleh dana segar untuk pembangunan, namun malah kehilangan dana yang sebelumnya sudah ditangan, karena nyangkut di saham.
Jadi sebenarnya terlepas dari banyaknya rumor yang beradar, secara logika sedikit kemungkinan bahwa saat ini sedang terjadi campur tangan pemerintah dalam pergerakan IHSG saat ini, karena pemerintah tentunya cukup paham bahwa untuk memperoleh keuntungan yang besar dalam jangka pendek dari pasar modal bukanlah sesuatu yang mudah, apalagi di maket seperti Indonesia yang bukan hanya dikuasai oleh pemodal asing, tapi mereka juga bergerak secara terorganisasi.
ASUMSI KEDUA: MININGKATNYA KEKUATAN INVESTOR DALAM NEGERI
Seperti kita ketahui program Yuk Nabung Saham sukses mengundang puluhan ribu investor baru untuk masuk ke bursa saham kita, artinya memang ada peningkatan jumlah dana investor dalam negeri di bursa kita, selain itu dilaporkan dana kelolaan reksadana dalam negeri juga meningkat sepanjang tahun 2017 ini.
Namun informasi yang kami dapatkan dari perbincangan kami dengan pihak terkait, terlepas dari adanya peningkatan signifikan dari jumlah investor ritel yang terdaftar di bursa kita, namun peningkatan jumlah investor yang aktif bertansaksi jauh lebih kecil dari peningkatan jumlah investor terdaftar. Namun meskipun demikian menurut informasi yang kami dapatkan, memang terjadi peningkatan jumlah transaksi investor ritel dalam 1 tahun terakhir, meskipun kami tidak berhasil memperoleh informasi persantase peningkatannya.
Peningkatan persentase transaksi investor lokal juga terlihat mengalami peningkatan dari data yang kami peroleh dari OJK. Dalam tabel di samping kami melampikan Kontibusi Investor Lokal dan Asing terhadap keseluruhan transaksi di bursa kita. Dari data tersebut terlihat peningkatan persentasi transaksi investor lokal yang cukup signifikan di tahun 2015 ke tahun 2016 dari 56.79% ke 63.1%. Namun dari tahun 2016 ke 2017 tidak terlihat adanya peningkatan yang signifikan.
Jika kita melihat data per bulan sepanjang tahun 2017 ini pun kita tidak melihat adanya perubahan signifikan dalam peta kekuatan investor lokal dan asing.
Memang benar kontribusi investor domestik lebih besar, dan bisa dikatakan selalu lebih besar sejak tahun 2011 lalu, namun perlu diketahui meskipun kontribusi investor asing lebih kecil namun seperti kami bahas dalam wawancara khusus di IDX Channel minggu lalu, investor asing cenderung bergerak berkelompok dan terorganisasi, sementara investor lokal umumnya terpecah, sebagian ingin beli dan sebagian ingin lagi jualan, sehingga kekuatan satu investor lokal dianulir investor lokal lainnya.
Itu sebabnya meskipun sejak tahun 2011 lalu kontribusi investor lokal sudah lebih besar, namun investor asing tetap memegang kendali pergerakan IHSG.
Jadi bisa kita simpulkan meskipun memang ada peningkatan kekuatan investor lokal dalam 2 tahun terakhir, namun seharusnya kekuatan tersebut tidak cukup untuk merebut kekuatan dari investor asing.
ASUMSI KETIGA: IHSG BELUM TURUN, KARENA INVESTOR ASING MASIH MAU MELANJUTKAN PROFIT TAKING
Jika kita memposisikan diri sebagai investor asing, yang sudah melakukan akumulasi besar-besaran di awal tahun ini, dan dalam 5 bulan terakhir terus melaksanakan aksi profit taking. Tentunya kita juga tidak ingin IHSG terjun bebas, terutama jika kita masih ingin terus merealisasikan keuntungan kita dan jualan di harga tinggi. Hal itu memang merupakan logika sederhana dan masuk akal. namun pertanyaanya adalah : Kalau investor asing memang sedang profit taking, dan sudah jualan sebesar 22 Trilun dalam 5 bulan terakhir, kalau bukan dari pemerintah dari mana datangnya dana untuk menampung aksi jual asing tersebut ?
Dalam pembahasan sebelumnya kita sudah membahas adanya kenaikan kekuatan investor lokal dalam 2 tahun terakhir, namun banyak yang tidak percaya investor dalam negeri punya uang sebanyak itu untuk menampung aksi jual asing ?
Jawaban dari pertanyaan tersebut sebenarnya bisa kita lihat langsung dari grafik Foreign Flow IHSG di atas, dalam grafik di atas kami membagi pergerakan IHSG sepanjang tahun ini menjadi 2 bagian. Bagian pertama adalah fase akumulasi asing dimana investor asing berbondong-bondong memborong saham dari investor lokal menjelang diberikannya Investment Grade untuk Indonesia oleh lembaga rating S&P. Alasan dari akumulasi asing sudah jelas, sejak awal tahun investor asing percaya bahwa setelah diberikannya rating oleh S&P para investor lokal akan lebih optimis terhadap masa depan IHSG dan bersedia membeli saham-saham yang sebelumnya mereka jual di harga yang lebih tinggi setelah Rating Investment Grade resmi diberikan, itu sebabnya asing langsung melakukan aksi akumulasi besar-besaran sejak awal tahun sampai diberikannya rating investment grade bulan Mei lalu. Dalam fase akumulasi asing tersebut total dana asing yang masuk ke bursa kurang lebih sebesar 30 Trilun rupiah, dan IHSG naik 600 point dari 5.250 – 5.850 pada fase tersebut.
Kepercayaan asing sebelumnya terbukti benar, setelah Indonesia mendapat rating investment grade, pemain lokal yang optimis terutama dengan banyaknya analis sekuritas yang mengatakan pemberian rating invesment grade akan mennyebabkan masuknya dana asing dalam jumlah besar ke bursa kita, karena itu para investor dalam negeri berbondong-bondong kembali masuk ke bursa pada saat IHSG para akhir bulan Mei lalu sampai sekarang dan karena investor lokal semangat membeli maka giliran investor asing yang jualan untuk profit taking.
Jika kita melihat dari jumlah dana yang berpindah tangan dalam kedua periode tersebut, dalam fase pertama, asing membeli saham dari investor lokal sebesar 30 Triliun, artinya pada akhir bulan Mei lalu pada saat investment grade resmi diberikan investor lokal sedang memiliki cash sebanyak 30 Triliun. Jadi tidak heran kalau sekarang ketika asing jualan sebesar 22 Triliun, investor lokal sanggup menampung penjualan tersebut. Jadi sebenarnya tidak perlu ada intervensi apa pun dari pemerintah, karena memang faktanya investor lokal yang ada sejak awal tahun pun sudah memiliki cukup uang untuk menampung penjualan investor asing yang sedang terjadi saat ini.
Dan karena investor asing memang masih terus merealisasikan profitnya sampai minggu lalu, dan investor lokal masih bersedia membeli di kisaran harga saat ini, maka tidak heran IHSG pun tidak jatuh selama masa distribusi ini.
STRATEGI TARIK ULUR INVESTOR ASING DI IHSG
Pertanyaan terakhir : Jika Investor Asing memang tidak ingin IHSG jatuh di masa profit takingnya, kenapa di tahun-tahun sebelumnya IHSG selalu jatuh ketika asing jualan dalam jumlah besar.
Setela kami pelajari secara lebih mendalam, kami melihat ada perkembangan strategi yang dilakukan oleh investor asing dalam melakukan aksi profit takingnya dalam 5 bulan terakhir ini. Seperti bisa kita lihat dalam grafik di atas sejak bulan Juli lalu, investor asing terus melakukan strategi tarik-ulur dalam melaksanakan aksi distribusi mereka.
Zona Orange adalah masa ketika investor asing melakukan aksi jual dalam jumlah besar, dan membuat IHSG bergerak turun, namun kita lihat setelah aksi jual besar-besaran dilakukan dan IHSG mengalami koreksi yang cukup besar, dalam fase selanjutnya (zona putih) investor asing mengurangi aksi jual mereka, terkadang malah membeli dalam jumlah kecil dan dalam periode tersebut IHSG ‘dibuat’ bergerak naik, dan setelah IHSG berhasil naik dan optimisme investor lokal naik kembali asing kembali melakukan aksi jual dalam jumlah besar di harga tinggi. Seperti kita lihat aksi tarik ulur tersebut sudah dilakukan 9 kali sejak bulan Juli lalu, dan terlihat masih terus dilakukan sampai akhir minggu lalu.
Selain itu strategi tambahan lain yang digunakan investor asing saat ini adalah dengan merotasi saham yang mereka jual. Jika di tahun-tahun sebelumnya investor asing menjual semua saham dalam waktu yang bersamaan, dalam aksi distribusi saat ini, aksi jual dilakukan secara bergantian, diawali dengan ASII, dan dalam minggu-minggu terakhir TLKM dan BBCA terlihat yang paling banyak dijual asing. Sementara saham-saham besar lainnya seperti BBRI, BMRI, UNVR, UNTR terlihat tidak banyak dijual oleh asing sehingga harganya tidak turun, sehingga berhasil menjaga kestabilan IHSG dalam beberapa bulan terakhir.
Related: Analisa Foreign Flow adalah analisa yang kami kembangkan sejak tahun 2010 lalu, dan terus berkembang sampai saat ini, kami juga menciptakan sistem Foreign Flow Pro yang berguna untuk kita mendeteksi pergerakan investor asing secara real time dan kekuatan investor asing di setiap saham. Anda bisa mempelajari ilmu tersebut dan memiliki system Foreign Flow Pro anda bisa mengikuti Workshop Foreign Flow yang akan kami adakan di Jakarta (14 Oktober 2017) dan Surabaya (21 Oktober 2017) dan Online (17-19 Nov 2017). Dapatkan info lengkapnya disini.
WHAT NEXT FOR IHSG ?!
Dari analisa di atas setelah mengumpulkan berbagai informasi, dan mempelajari secara mendalam pergerakan investor asing dalam 1 tahun terakhir, kami menyimpulkan bahwa kami percaya sampai saat ini Investor Asing masih memegang kendali terhadap pergerakan IHSG. Dan belum jatuhnya IHSG sampai saat ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti naiknya kekuatan investor lokal, optimisme investor lokal setelah diberikannya investment grade untuk melakukan buyback setelah memiliki cash cukup banyak, dan yang paling penting adalah strategi tarik ulur dan rotasi yang dilakukan oleh investor asing dalam masa profit taking mereka tahun ini. Perpaduan 3 faktor itu membuat IHSG masih kokoh bergerak di 5.750-5.900.
Kedepannya kami melihat strategi tarik ulur dan rotasi saham kemungkinan masih bisa dilakukan, dalam survey yang kami lakukan minggu lalu, kami mendapati bahwa saat ini 54% investor lokal optimis IHSG akan naik ke 6.100 dalam waktu dekat dan 46% yang menganggap IHSG akan turun ke 5.700. Artinya optimisme investor lokal masih tetap besar sampai saat ini.
Selain itu saat ini jumlah dana asing yang masuk di awal tahun masih lebih besar dibanding yang keluar, artinya investor asing masih punya saham yang mereka beli di awal tahun, terutama di saham-saham bluechip yang memang belum banyak di distribusi, dan investor lokal masih punya cash untuk menampung pembelian tersebut.
Jika kondisi seperti ini masih terus berlanjut, maka kemungkinan aksi profit taking asing masih bisa berlangsung 1-2 bulan kedepan, dimana IHSG akan bergerak sideways, dan asing terus jualan. Kejatuhan IHSG baru realistis terjadi ketika investor asing mau melakukan buyback setelah ‘kenyang’ melakukan profit taking, dan ingin kembali membeli saham di harga bawah.
Intinya kami memilih untuk tetap percaya kalau investor asing tetap memegang kendali di IHSG dan kami hanya akan optimis dan memberikan outlook positif terhadap IHSG setelah investor asing kembali melakukan akumulasi di bursa kita.
Website Administrator
Creative Trading System | Creative Idea in Stock Market
6 comments
Asumsi bahwa ‘pemerintah yg jagain IHSG agar ga jatuh’ itu anggapan yg berbahaya. Nanti kalau IHSG beneran jatuh (cepat atau lambat pasti terjadi, siklus nya), malah pada nyalahin pemerintah? ‘mengkhianati investor lokal’? Udah dijelaskan di atas bahwa pemerintah saat ini tidak punya cukup uang (atau pun minat) untuk melakukan hal lucu begitu. Jangan bergantung pada apa pun, dan semua harus selalu siap dgn exit strategy masing2.
Artikel yang bagus dengan analisa yang logis sekali pak Argha. 👍👍
Analisa diatas perlu dilihat detailnya terutama pengelompokan asing dan domestik…sepertinya yang dikelompokkan “asing” itu sebagian besar pemiliknya adalah domestik namun masuk melalui spv di luar negeri…investor asing murni sudah sebagian besar take profit dan bawa dolar kembali ke US krn Fed rate akan naik..
Article yang menarik,membuka wawasan.terimakasih.
Analisa yang menarik,, saya ikut pendapat dari suksesnya nabung saham di tambah keuntungan cash investor lokal,, tapi yakin sedikit byk pemerintah punya peran.. Mungkin bpjs yg ikut menopang.. Faktor utama,, investor lokal yakin dg kemampuan pemerintah..
Artikel yang menarik pak.. saya juga mendengar cerita “Pemerintah jagain IHSG” dan saya cek ke beberapa fund house memang menerima inflow yang cukup besar.. tapi saya juga masih ga paham kenapa tiba – tiba pemerintah jagain IHSG, why now ??
yaah kita lihat sajalah.. tapi kalo masalah anomali pergerakan indeks, S&P juga melakukan anomali dalam belasan tahun terakhir ga perna seperti ini naik terus tanpa koreksi yang signifikan.. ya memang VIX all time low 25 tahun terakhir, tapi saya juga masih bingung kok bisa..