Sepanjang bulan Agustus ini banyak sekali request yang masuk kepada team kami untuk dilakukan pembahasan Bandarmologi di saham BEKS. Kami menyadari bahwa pembahasan akan saham ini akan menjadi artikel yang sangat populer jika dikeluarkan pada masa kenaikan luar biasanya di awal Agustus lalu namun beberapa alasan membuat kami tidak bisa membahas saham ini di awal Agustus kemarin. Akhrinya ‘approval’ baru muncul tepat di hari terakhir bulan Agustus ini.
Cerita di di balik saham ini memang sangat panjang, dimulai dari akuisisi Pemda Banten, Right Issue di harga 18, dan berbagai cerita lainnya di yang membuat saham ini menjadi pokok pembahasan utama di berbagai forum saham selama bulan Agustus ini.
Untuk mempersingkat pembahasan, pada artikel ini kami tidak akan mengulang pembahasan-pembahsan mengenai prinsip-prinsip bandarmologi yang dasar, seperti bagaimana broker YP dan PD ‘selalu’ menjadi korban, dan bagaimana Bandar bisa menggerakan harga suatu saham.
Jika ini pertama kalinya anda membaca artikel mengenai Bandarmologi di website ini, anda bisa membaca puluhan artikel yang berkaitan dengan Bandarmologi disini.
Untuk mempermudah pembahasan kami akan membagi pergerakan saham ini menjadi 3 fase :
Fase Pertama : Sebelum Right Issue
Fase ini dimulai sejak awal pergerakan saham BEKS, yang diawali kenaikan harga yang signifikan disertai dengan lonjakan volume perdagangan. Kenaikan yang membuat analisa technical manapun akan mengindikasikan lahirnya sinyal bullish di saham ini. Dan fase ini diakhiri pada hari Cum Date sebelum dilaksanakannya Right Issue di saham ini.
Jika dilihat dari sudut pandang technical kenaikan ini bisa dibilang cukup baik karena disertai dengan naiknya volume perdagangan yang signifikan, dan bertahan cukup lama. Namun dari sudut pandang bandarmologi, terindikasi adanya bahaya karena YP (Daewoo Sec) dan CC (Mandiri Sec) yang merupakan sekuritas yang dipenuhi oleh investor ritel menjadi Top Buyer dalam periode ini, dan FG (Nomura) broker yang biasa digunakan oleh investor institusi atau bandar melakukan penjualan dalam jumlah yang sangat besar.
Dalam pergerakan ini kita bisa melihat bahwa di saat small player seperti kita berbodong-bondong melakukan pembelian di tengah sentimen positif akuisisi, Big Player (Bandar) justru memilih untuk melakukan penjualan besar-besaran.
Fase Kedua : Akumulasi YU
Setelah CUM DATE, banyak yang beranggapan bahwa harga saham BEKS akan mengalami penurunan signifikan, karena memang RIGHT ISSUE saham ini dilakukan di harga yang tidak wajar (19 rupiah) namun di luar dugaan saham ini justru mengalami kenaikan sampai 300% dalam 3 hari perdagangan.
Jika kita menganalisa perggerakan bandar dalam periode kenaikan tersebut kita menemukan bahwa Top Buyer dalam kenaikan tersebut dilakukan oleh broker YU (CIMB) sebuah sekuritas asing yang merupakan salah satu sekuritas dengan transaksi terbesar di BEI.
Artinya kenaikan ini dimotori oleh aksi beli BIG PLAYER dimana YU melakukan pembelian sebesar 1.1 juta lot. Kenaikan ini otomatis membuat investor ritel masuk ke dalam fase euforia, menariknya dalam periode yang sama Investor ritel yang seharusnya sudah dalam posisi untung bukannya melakukan profit taking, namun justru lanjut melakukan pembelian.
Yang lebih menarik lagi adalah, dalam periode yang sama FG (Nomura) yang sebelumnya menjadi Top Seller malah hilang dari peredarag ketika harga saham ini terbang sepanjang 3 hari berturut-turut. Pada periode tersebut banyak yang beranggapan bahwa ‘barang’ FG sudah habis, sehingga mereka hanya tinggal gigit jari melihat terbaganya harga BEKS. Suatu logika yang menurut saya tidak terlalu masuk akal, mengingat BEKS dalam fase sebelumnya melakukan penjualan 8.2 juta lot.
Fase Ketiga : Pembantaian FZ
Asumsi FG habis barang ternyata langsung dipatahkan dalam fase selanjutnya, seiring penurunan harga BEKS yang masih terjadi sampai perdagangan kemarin, FG kembali ‘muncul’ dan melakukan penjualan dalam jumlah yang massive.
Dapat dilihat dalam broker summary di atas FG melakukan penjualan sebesar 9.7 juta lot, seiring kejatuhan harga BEKS dari harga 121 ke 61. Yang sangat ironis adalah YP (Daewoo), KK (Philips), CC (Mandiri), NI (BNI) dan PD (Ipot) yang notabene adalah 5 broker ritel terbesar di Indonesia kembali berbondong-bondong melakukan pembelian di saham ini di tengah akumulasi Bandar yang sangat besar.
Dengan kata lain, satu Investor Raksasa melakukan penjualan, dan ditampung ramai-ramai investor ‘rakyat’ di tengah kejatuhan harga saham ini. Kita tahu Investor Raksasa adalah mereka yang punya uang besar, informasi akurat, dan kekuatan menggerakan harga, sementara investor ‘rakyat’ (ritel) adalah kita-kita yang punya informasi seadanya, uang seadanya, dan hanya berharap bandar menggerakan harga ke arah yang mereka harapkan.
Ironisnya YU yang tadinya menjadi motor kenaikan harga, justru ikut jualan, dan dalam fase sebelumnya average beli YU di 115, dalam fase ini mereka melakukan penjualan di harga 75.
KESIMPULAN
Dari tiga fase di atas jika anda belum terlalu memahami konsep Bandarmologi, mungkin akan muncul banyak pertanyaan di pemikiran anda. seperti :
- Kenapa FG tidak jualan ketika BEKS terbang 300% dalam 3 hari ?
- Kenapa broker sebesar YU justru cut loss, di harga yang sangat rendah ?
Jawaban dari kedua pernyataan itu sebenarnya sangat sederhana :
Kenapa kita berasumsi kalau BANDAR harus menggunakan 1 sekuritas ?
Seperti kita tahu sebagai investor ritel dengan modal seadanya saja kita bisa punya akun di 2-3 sekuritas, mengapa kita berasumsi kalau Bandar harus menggunakan satu sekuritas ? Kenapa BANDAR tidak boleh memecah uang dan sahamnya ke 2 atau bahkan 20 sekuritas sekaligus ?
Kenapa kita harus berasumsi kalau FG dan YU adalah 2 bandar yang berbeda dan bukan 1 bandar dengan sekuritas yang berbeda namun keduanya bergerak untuk tujuan yang sama ?
Jika kita menggunakan asumsi tersebut maka jelaslah semuanya, kenapa ketiga harga BEKS terbang FG seakan-akan kehabisan barang, dan kenapa ketika FG jualan baik di fase pertama maupun di fase ketiga YU justru tidak melakukan aksi apa-apa, bahkan malah ikut jualan.
Satu hal lagi yang mengkonfirmasi asumsi tersebut, yaitu pergerakan investor ritel, yang notabene adalah ‘lawan tanding’ dari bandar. Jika kita menghitung jumlah pembelian Investor Ritel di YP selama 3 periode tersebut, kita menemukan bahwa average pembeliannya ada di kisaran 83 rupiah per lembar saham, dengan jumlah yang sangat spectakuler 5.2 juta lot saham. Artinya average di level harga saat ini investor ritel sudah nyangkut, kurang lebih 22 rupiah per lembar saham, kalau dikalikan 5.2 juta lot hasilnya 11.4 Milyar kerugian yang saat ini sudah diderita oleh investor ritel.
Jika anda salah satu yang nyangkut di saham BEKS, mari bantu SHARE artikel ini di berbagai media untuk ‘memaksa’ bandar merubah strateginya.
Website Administrator
Creative Trading System | Creative Idea in Stock Market
2 comments
Apakah cara berfikirnya sll bandar vs ritel? Atau Jangan2 sebenarnya ritel jg sudah untung tp sbgian rugi bgtu jg bandar untung dan sbgian rugi?mhn pnjelasnnya mksh.
Tentunya ritel ada yang untuk Pak Farhan, namun ‘mayoritas’ rugi, dan Bandarlah yang mengambil keuntungannya….