Menko Perekonomian Darmin Nasution mengakui masuknya utang dari Bank Pembangunan China (China Development Bank/CBD) senilai US$ 3 miliar (Rp 39 triliun) menjadi salah satu pendorong penguatan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terjadi beberapa waktu terakhir.
Pinjaman tersebut diberikan kepada 3 bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam bentuk dolar AS dan yuan China. Sehingga RI yang kekurangan pasokan dolar AS di dalam negeri bisa mendapat sedikit ‘bantuan’
“Ya, ada juga lah (dari utang CBD). Ini gabungan dari macam-macam,” ujar Darmin di Istana Negara, Jakarta, Senin (12/10/2015)
Hal yang senada diungkapkan oleh Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo. Realisasi dari utang tersebut memberikan dampak terhadap pergerakan nilai tukar rupiah. Di samping juga dampak dari aksi korporasi emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang menarik investor asing untuk masuk, contohnya adalah rencana penerbitan saham baru (rights issue) PT HM Sampoerna Tbk (HSMP).
“Kan semua itu sangat berpengaruh. kan ada Sampoerna kemarin juga rights issue,” ujar Mardiasmo pada kesempatan yang sama,
Akan tetapi secara umum, menurut Mardiasmo inilah efek dari meningkatnya kepercayaan investor kepada pemerintah pasca diluncurkannya tiga paket kebijakan ekonomi.
“Kita lihat terutama efektifnya paket ekonomi yang pertama, dan kedua dan, ketiga yang implementatif dan jangka pendek, sehingga juga merasa yang betul-betul dilakukan. Sekarang ada paket kebijakan berikutnya yang istilahnya nendang. tunggu saja,” pungkasnya.
Sumber : detik.com
Website Administrator
Creative Trading System | Creative Idea in Stock Market