Market sedang terkoreksi, IHSG sedang bearish, harga saham-saham berjatuhan, yang semula sudah murah sekarang tambah murah lagi. Sebagai investor ritel tidak banyak yang bisa kita lakukan dalam kondisi market seperti ini, jika anda cukup lihai dalam trading jangka pendek, peluang “buy on panic market” memang selalu ada, namun terkadang hasil repot-repot trading sepanjang hari di depan monitor mengendalikan emosi dan rasa takut tersebut bahkan tidak lebih baik dibanding kita hanya duduk tenang memegang cash, dan mengamati harga-harga saham terus berjatuhan.
Sementara di sudut yang lain masa koreksi seperti ini adalah masa yang sulit bagi para Market Maker atau bandar, karena sebagai pemegang kepentingan yang lebih besar karena memiliki saham dalam jumlah yang jauh lebih besar, bandar juga harus mengalami penurunan nilai porfolio yang dekelolanya dekelolanya seiring dengan terus turunnya IHSG.
Kondisi market yang tidak kondusif membuat mereka sulit untuk bergerak, karena minat beli investor ritel yang terus turun membuat sangat sulit untuk melepas saham yang dimilikinya kepada investor ritel, berbeda dengan investor ritel yang bisa cut loss kapan saja, bandar tidak dapat melakukan cut loss semudah itu.
Selain itu bandar juga tidak memiliki kendali terhadap kinerja perusahaan, kelesuan ekonomi membuat profit perusahaan turun, secara otomatis membuat valuasi secara fundamental menjadi turun, dan minat beli investor ritel pun secara otomatis ikut turun.
Dalam kondisi seperti ini bandar umumnya hanya memiliki 2 pilihan:
BANDAR MENAHAN KEJATUHAN HARGA
Pada masa bearish strategi mengangkat harga saham adalah sesuatu strategi yang berbahaya karena dalam kondisi ini investor ritel cenderung pesimis dan skeptis, kenaikan harga sering kali dimanfaatkan oleh ritel untuk melakukan penjualan dan bukan justru berburu saham tersebut seperti yang terjadi di masa bullish.
Oleh karena itu strategi yang umumnya dilakukan bandar adalah dengan menahan harga saham yang dimilikinya. Kondisi ini hanya dapat dilakukan jika bandar masih memiliki persediaan cash yang besar dan siap menampung aksi panic selling investor ritel ketika market mengalami koreksi, bandar justru memanfaatkan kepanikan market untuk melakukan akumulasi dari investor ritel.
Terkadang hal ini juga terjadi ketika bandar sudah menguasai saham ini dalam persentasi yang cukup besar, sehingga tekanan jual di saham ini tidak besar.
Selain memiliki cash atau jumlah saham yang besar, bandar juga umumnya yakin kinerja perusahaan yang sahamnya mereka kelola tidak akan banyak terpengaruh di masa krisis, karena jika kinerja keuangan perusahaan mengalami penurunan signifikan, bandar kemungkinan harus menghadapi aksi jual investor memanfaatkan tidak turunnya harga saham tersebut.
CONTOH KASUS AKSI BANDAR MENAHAN KEJATUHAN HARGA
Salah satu contoh kasus seperti ini bisa kita lihat di saham ELSA pada bulan Mei – Desember 2013 lalu, pada saat itu IHSG mengalami penurunan yang tajam, dari 5.250 sampai 4.100, namun pergerakan harga ELSA tidak banyak terpengaruh cenderung flat, dan sesekali naik dan tidak turun lagi, aksi akumulasi ini tidak banyak disadari oleh investor ritel dan sulit dideteksi secara Technical, namun tentunya dapat dilihat dengan jelas dari jika kita menggunakan analisa Bandarmologi.
Jika kita melihat perpindahan kepemilikan ELSA dalam periode yang sama, dari awal bulan Mei 2013 sampai pertengahan Desember 2013 dapat terlihat jelas bahwa sedang terjadi akumulasi yang sangat besar di saham ini. Dapat dilihat bahwa sekuritas dengan code PK (Pratama Capital) mengakumulasi saham ini sebesar 4.2 juta lot, senilai 110 Milyar dengan average pembelian di harga 259.
Jika anda belum memahami konsep akumulasi & distribusi secara bandarmologi, anda bisa membaca artikel ini : TEORI BANDARMOLOGI – ACCUMULATION – DISTRIBUTION
SETELAH MASA KRISIS BERAKHIR
Grafik di atas cukup untuk membuktikan teori bandarmologi yang dijelaskan di atas, harga ELSA terus naik dari level 300 an sampai ke level 700an, dalam kasus ini Bandar memanfaatkan terjadinya kepanikan di market untuk terus mengakumulasi saham ELSA, dan membuat harganya tidak terkoreksi.
Pembelian dalam jumlah yang sangat besar dan kenaikan harganya setelah masa krisis juga membuktikan bahwa bandar memiliki persediaan dana yang sangat besar sehingga mereka berani melawan sentimen negatif di market.
Kondisi ini adalah salah satu contoh dimana kekuatan bandar memiliki kekuatan yang sangat besar. Namun ini bukanlah keadaan yang sering terjadi. Opsi kedua adalah opsi yang lebih sering digunakan oleh bandar di masa krisis.
AKUMULASI DI TENGAH KEJATUHAN HARGA
Dalam masa krisis strategi yang paling wajar digunakan oleh Bandar adalah dengan membiarkan harga saham yang dimilikinya untuk jatuh seiring dengan kondisi market. Mereka menyadari terlalu beresiko untuk melawan kondisi saat ini, itu sebabnya mereka membiarkan harga saham yang dimilikinya jatuh.
Namun untuk menurunkan average harga saham yang mereka miliki, di masa penurunan tersebut mereka secara perlahan melakukan akumulasi, memanfaatkan kepanikan dan cut loss investor ritel. Strategi ini mau tidak mau harus diusahakan oleh para bandar, karena mereka tidak mungkin melakukan cut loss di tengah kepanikan market, karena rendahnya daya beli investor ritel. Saham-saham dalam kondisi ini umumnya turun dengan volume yang kecil, namun jika dianalisa secara Bandarmologi kita melihat adanya proses akumulasi yang terjadi.
Dalam kasus ini pun harga dapat naik banyak setelah krisis berakhir, semakin banyak akumulasi yang dilakukan di masa kejatuhan harga, semakin tinggi harga akan naik setelah krisis, atau mungkin juga semakin cepat harga akan kembali ke harga normalnya.
Saat ini ada banyak saham yang dalam kondisi kurang lebih sama, untuk membuat tambah menarik kami akan memberikan 1 saham yang sedang di akumulasi bandar di meskipun harganya terus turun, kami akan mempostingnya besok pagi di website ini. Mari kita lihat bersama bagaimana pergerakan harga kedua saham tersebut di masa yang akan datang.
Website Administrator
Creative Trading System | Creative Idea in Stock Market