Harga minyak dunia kembali terkoreksi dalam perdaganan tadi malam, dan saat ini sudah berada di bawah $70 / barrel, dan membuat record terendahnya dalam 4 tahun, terakhir harga minyak dunia berada di bawah $70 per barrel terjadi tahun 2009 dalam masa krisis.
Jika kita melihat grafik di atas kita melihat dalam 6 bulan terakhir harga minyak dunia sudah turun lebih dari 40% dari kisaran $ 105 sampai $69 per barrel. Jika kita melihat rata rata harga oil dalam 3 tahun ke belakang seperti tergambar dalam curva merah, kita harganya masih berada di kisaran $95 – $97 per barrel.
Melihat grafik tersebut memang bisa disimpulkan bahwa penurunan yang terjadi saat ini memang berpotensi mendatangkan perubahan besar pada kisaran harga minya bumi dalam beberapa tahun kedepan.
Penurunan drastis yang terjadi tadi malam disebabkan karena OPEC memutuskan untuk tidak menurunkan jumlah produksinya meskipun harga minyak dunia terus turun. Hal ini merupakan sesuatu yang baru karena dalam beberapa tahun terakhir OPEC selalu responsive terhadap penurunan harga minyak, dengan menurunkan jumlah produksinya. Jika dilihat lebih dalam OPEC sendiri memang sudah dalam posisi krisis, karena beberapa negara anggotanya sedang dalam masa krisis dalam negeri disebabkan oleh konflik dalam negeri beberapa tahun terakhir.
Bukan hanya itu terus meningkatnya produksi minyak bumi dari Amerika Serikat dan Russia yang tidak masuk dalam OPEC juga mengancam keberadaan OPEC. Seperti kita ketahui Russia saat ini sangat bergantung dengan export minyaknya. Artinya jika negara-negara OPEC menurunkan produksinya untuk menolong harga minyak, bukan mustahil Russia justru meningkatkan produksinya.
Belum lagi hubungan antar negara di OPEC juga semakin lemah, jadi meskipun keputusan menurunkan produksi dikeluarkan oleh OPEC, dalam prakteknya market masih mempertanyakan pelaksanaan dari keputusan tersebut. Saat ini beberapa negara seperti Irak, Libya, Venezuela dan Nigeria sangat menggantungkan kelangsungan hidupnya dari export oil, jadi turunnya harga oil sudah membuat negaranya dalam posisi sulit, jika mereka harus menurunkan produksi lagi dengan resiko kehilangan market share karena negara lain meningkatkan produksinya tentu justu akan memperburuk keadaan. Tanpa keempat negara tersebut kendali dipegang oleh Saudi Arabia, sayangnya negara ini adalah negara yang memiliki biaya produksi paling rendah, yang membuat mereka masih memperoleh keuntungan yang signifikan meskipun harga oil berada di kisaran sekarang. Keputusan Arab Saudi untuk tidak mendukung penurunan produksi tadi malam menunjukan posisi negara exportir terbesar ini.
EFEKNYA UNTUK INDONESIA
Jika prediksi para analis benar bahwa OIL PRICE akan memasuki era barunya dalam beberapa tahun kedepan di kisaran $60 – $90 barrel maka secara keseluruhan Indonesia sebagai importir minyak dunia akan mendapatkan keuntungan, apalagi jika kita melihat bahwa pergerakan harga ini bertepatan dengan kenaikan BBM. Pemerintahan Jokowi kemungkinan kecil akan menurunkan harga BBM dalam 1 tahun kedepan, meskipun harga minyak dunia terus berada di kisaran saat ini.
Popularitas Jokowi yang masih tinggi dan fokus pemerintahan untuk membangun infrastruktur akan sangat dibantu dengan turunnya harga minyak dunia. Jika efisiensi di Pertamina berhasil dilaksanakan, dan harga minyak dunia berada di kisaran $70 bukan mustahil Indonesia dapat bebas dari subsidi BBM dalam beberapa tahun kedepan.
Namun di sisi lain penurunan harga OIL tentu akan berpengaruh bagi perusahaan energi baik OIL, CPO maupun COAL yang akan semakin terancam kelangsungannya. Namun secara keseluruhan IHSG kemungkinan akan merespon positif hal ini karena akan lebih banyak emiten yang diuntungkan daripada yang dirugikan.
[follow_me]
Website Administrator
Creative Trading System | Creative Idea in Stock Market