PTBA
PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menargetkan volume produksi batubara pada tahun ini menjadi sebesar 25,75 juta ton. Jumlah itu naik 34% dari realisasi tahun lalu sebesar 19,24 juta ton. Unit pertambangan Tanjung Enim, Sumatera Selatan akan berkontribusi paling besar untuk produksi batubara PTBA, yakni sebanyak 24,7 juta ton.
PTBA melalui PT Bukit Asam Prima (BAP) juga ditargetkan melakukan pembelian batubara sebesar 2,57 juta ton tahun. Jumlah itu naik 76% dari realisasi pembelian batubara tahun lalu sebanyak 1,46 juta ton.
Joko Pramono, Sekretaris Perusahaan PTBA mengatakan, perseroan juga berharap penjualan tahun ini bisa mencapai 29,17 juta ton atau naik 52% dari realisasi tahun 2015 sebesar 19,17 juta ton. Komposisinya, sebanyak 15,17 juta ton untuk permintaan domestik, dan sisanya 14 juta ton atau 48% untuk ekspor.
“PTBA optimis mencapai target itu, karena melihat potensi yang ada, yakni sumber daya dan cadangan yang berlimpah,” ujar Joko di Jakarta, Senin (4/1). Adanya peningkatan kapasitas infrastruktur kereta api juga diharapkan bisa membuat produksi PTBA bisa meningkat.
ADRO
PT Adaro Energy Tbk (ADRO) memperkirakan belum banyak perbaikan dari industri batubara pada tahun ini. ADRO pun memangkas target produksi batubara tahun 2016 menjadi 50-52 juta ton. Jumlah itu turun jika dibandingkan proyeksi produksi batubara pada tahun 2015 lalu, sebanyak 53-54 juta ton.
Garibaldi Thohir, Direktur Utama ADRO mengatakan, harga batubara memang belum membaik. Makanya, ADRO tidak ingin banyak fokus pada pendapatan dari tambang. ADRO ingin beralih fokus di bidang energi dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
“Sumber batubara yang ada sayang kalau dijual dengan harga yang jelek. Maka produksi pun dibatasi. Karena sumberdaya ini sesuatu yang tidak bisa diciptakan lagi,” ujar pria yang akrab disapa Boy Thohir itu, di Jakarta, Senin (4/1).
Ia juga memperkirakan, laba bersih ADRO masih akan flat di akhir tahun 2015 dan tahun 2016 ini. Namun, dalam beberapa tahun ke depan, ADRO akan mulai mengandalkan pendapatan dari bisnis PLTU dan logistik.
ADRO memiliki dua proyek PLTU yang sebentar lagi masuk tahap financial closing, yakni proyek PLTU Batang, Jawa Tengah dengan kapasitas 2×1.000 mega watt (MW) yang digarap Bhimasena Power Indonesia (BPI) senilai US$ 4 miliar. Selain itu, PLTU 2x 100 MW yang digarap Tanjung Power Indonesia (TPI) di Kalimantan Selatan senilai US$ 550 juta.
Boy berharap, dalam jangka waktu empat hingga lima tahun ke depan, pendapatan ADRO bisa makin terdiversifikasi. Sebagai informasi, saat ini, 60% pendapatan ADRO berasal dari tambang batubara. Sisanya, sekitar 30% dari bisnis logistik. Sementara PLTU baru menyumbang pendapatan 10%.
“Nantinya diharapkan dari ketiga bisnis itu menyumbang pendapatan, masing-masing sepertiga, jadi imbang,” imbuh Boy.
Selain melakukan beberapa efisiensi dan menjaga kas, ADRO juga mulai mengurangi beban utang. Perseroan akan melakukan pembiayaan kembali (refinancing) utang anak usahanya.
ADRO baru saja mendapat dua fasilitas perbankan senilai US$ 320 juta. Pinjaman itu diperoleh anak usaha ADRO , PT Saptaindra Sejati (SIS) senilai US$ 200 juta, dan PT Maritim Barito Perkasa senilai US$ 120 juta.
Pembiayaan dari 12 bank itu berlaku untuk jangka waktu enam tahun. Dari permohonan pinjaman, ADRO menerima penawaran pinjaman dari pihak bank sebesar US$ 3,2 miliar atau oversubscribe 11 kali.
Website Administrator
Creative Trading System | Creative Idea in Stock Market