Tahun 2018 ini merupakan tahun yang sulit untuk mayoritas investor dan trader di Indonesia karena seperti sudah sama-sama kita rasakan aksi jual asing yang tak henti-hentinya terjadi sejak bulan Februari ini, membuat IHSG mengalami koreksi yang cukup dalam dan panjang dari level 6.600an sampai ke level 5.600an.
Dalam kondisi market yang sulit seperti tahun ini mayoritas pelaku pasar baik yang kecil sampai yang raksasa sekalipun umumnya akan mengalami kerugian, atau penurunan nilai portfolio, karena memang mayoritas saham-saham di bursa kita mengalami penurunan sepanjang tahun 2018 ini. Hal ini juga bisa kita lihat dengan kinerja reksadana-reksadana saham yang umumnya mengalami penurunan sepanjang tahun 2018 ini.
Kondisi market yang kurang kondusif ini membuat banyak pelaku pasar sudah ingin segera ‘move on’ ke tahun 2019, tahun pemilu yang menurut sejarah biasanya akan disertai dengan kenaikan IHSG, investor asing yang sudah jualan sekitar 55 Triliun sepanjang tahun 2018 ini pun dipercaya akan bahkan sudah mulai kembali lagi ke bursa kita, dan dipercaya akan mengerek naik IHSG terutama di awal tahun 2019 nanti.
Namun sebelum memasuki tahun 2019 nanti, sebagai investor kita sebaiknya tidak melewatkan ‘hajatan besar’ di IHSG yang akan selalu diadakan di bulan Desember. Karena pada bulan Desember ada satu fenomena yang sangat terkenal, bukan hanya di Indonesia tapi juga terjadi di hampir semua bursa utama di dunia setiap tahun. Fenomena yang sering disebut “Window Dressing” atau “Santa Claus Rally” , dimana pada bulan Desember harga – harga saham dipercaya akan mengalami kenaikan.
Istilah “Window Dressing” sendiri diambil dari kata Window atau jendela yang identik dengan bagian dari rumah yang memungkinkan orang dari luar melihat kondisi di dalam rumah, dan dressing artinya mendekorasi supaya sesuatu terlihat rapi, dan baik tanpa banyak merubah kondisi sebenarnya dari rumah tersebut. Singkatnya jika kita terjemahkan ke bahasa Indonesia proses Window Dressing adalah proses mendekorasi beberapa bagian dari rumah supaya bisa terlihat bagus jika dilihat orang luar melalui Jendela”.
Kegiatan Window Dressing ini terjadi juga di sector financial, dimana di akhir tahun ketika perusahaan harus membuat laporan kinerja tahunan. Setiap perusahaan terutama perusahaan terbuka, ingin mempercantik kinerja perusahaannya di mata investor dan pemegang saham, sehingga beberapa perusahaan sengaja ‘mendekorasi’ beberapa indikator keuangan dari perusahaan agar tampil bagus pada laporan akhir tahun.
Kondisi yang sama juga terjadi bagi para manajer investasi, reksadana, asuransi, dana pensiun dan para pemain besar lainnya, kita tahu kinerja tahunan dana kelolaan umumnya selalu dijadikan ‘benchmark’ untuk tahun-tahun sesudahnya. Salah satu contoh sederhananya adalah ketika kita ditawari salah satu produk investasi sebutlah reksandana saham, maka kita akan ditunjukan grafik pertumbuhan atau kinerja dari tahun ke tahun, artinya kinerja dana kelolaan yang akan diingat dan dipresentasikan adalah kinerja di penutupan tahun, dan apa yang terjadi sepanjang tahun tersebut akan dilupakan, setelah tahun tersebut berlalu.
Jadi adalah sesuatu yang wajar jika para manajer investasi berusaha untuk mengerek harga-harga saham yang yang ada di dalam portfolio mereka di bulan Desember, supaya di penutupan tahun kinerja portofolio yang mereka kelola akan terlihat baik.
Kedasyatan dari Effect Window Dressing, dapat terlihat dengan jelas pada kinerja IHSG di bulan Desember, seperti bisa kita lihat dalam table di bawah :
Dari tabel di samping kita bisa melihat bahwa sejarah membuktikan bahwa bulan Desember adalah bulan dimana probabilitas kenaikan IHSG yang paling tinggi dibandingkan bulan-bulan lainnya. Kita bisa melihat bahwa sejak tahun 1998 lalu IHSG hanya sekali mengalami penurunan di bulan Desember, yaitu di tahun 2000 lalu. Bukan hanya itu bahkan di tahun-tahun dimana terjadi krisis koreksi besar di IHSG seperti di tahun 1998 dan 2008 pun IHSG tetap sanggup bergerak naik cukup signifikan di bulan Desember. Dalam 15 tahun terakhir IHSG tidak pernah mengalami penurunan sekalipun di bulan Desember.
Average kenaikan IHSG di bulan Desember juga bisa dikatakan luar biasa, dalam 10 tahun terakhir, rata-rata IHSG mengalami kenaikan 3.45% sepanjang bulan Desember, bahkan tahun lalu IHSG sanggup naik sebesar 5.7% di bulan Desember.
Fakta-fakta terebut membuat kita bisa cukup optimis bahwa IHSG di bulan Desember tahun 2018 ini pun akan kembali mengalami kenaikan.
Setelah melakukan riset cukup mendalam mengenai pergerakan IHSG di bulan Desember sejak tahun 1998, kami menemukan satu fakta penting lainnya mengenai Effect Window Dressing, ternyata meskipun IHSG hampir pasti naik di bulan Desember namun kenaikan indeks tidak selalu langsung dimulai sejak awal Desember dan berakhir di bulan Desember seperti yang dianggap banyak orang. Setelah dipelajari kenaikan IHSG di bulan Desember umumnya hanya terfokus di 2 minggu terakhir menjelang penutupan tahun, kinerja IHSG di 2 minggu pertama bulan Desember terlihat biasa-biasa saja, dan tidak ada bedanya dengan minggu-minggu lainnya sepanjang tahun.
Dalam tabel di atas kita melihat bahwa dalam 10 tahun terakhir kinerja IHSG di 2 minggu dan 1 minggu terakhir menjelang penutupan tahun selalu mengalami kenaikan dengan Ratio Kenaikan 100%. Rata-rata kinerja indeks dalam 2 periode tersebut juga jauh lebih baik jika dibandingkan dengan 2 periode pertama di bulan Desember.
Dalam 10 tahun terakhir kinerja IHSG di minggu pertama bulan Desember justru yang paling buruk dibanding minggu-minggu lainnya, hal ini sebenarnya cukup ironis karena dalam periode inilah para analis-analis sekuritas justru sedang marak-maraknya membahas mengenai Effect Window Dressing. Sementara di minggu terakhir bulan Desember dimana kinerja IHSG paling baik, para analis umumnya hanya diam saja.
Kesalahan yang dilakukan analis ini sebenarnya sangat bisa dimengerti, karena pada akhirnya seorang analis adalah pegawai yang tugasnya memberikan rekomendasi beli kepada para nasabah sekuritas tempat dia bekerja, dan seperti pegawai pada umumnya, mendekati masa libur akhir tahun tentunya semangat kerja kita akan menurun, apalagi di minggu terakhir setiap tahunnya. Jadi ketika market sendang bagus-bagusnya di minggu terakhir setelah libur Natal, para analis umumnya sudah fokus menunggu datangnya liburan, dan tidak mau sibuk-sibuk membuat rekomendasi apalagi melakukan riset.
Kita tentunya tidak bisa menyalahkan para analis, karena bagaimanapun mindset pegawai akan sangat berbeda dengan mindset pemilik usaha. Dan para analis adalah pegawai di pasar modal, jadi fokus mereka adalah mendapatkan gaji, kenaikan karir dan juga menikmati liburan. Mencari keuntungan di market jelas bukan tujuan para analis di stock market. Sementara kita investor dan trader adalah ‘pemilik usaha’ di pasar modal, kita tidak mendapat gaji karena kita trading setiap hari, juga tidak memiliki kewajiban untuk mencari saham yang layak dibeli setiap harinya, fokus kita adalah mencari untung, dan meningkatkan nilai asset kita.
Namun hal yang berbeda dialami oleh para Manajer Investasi, karena meskipun mereka juga pegawai yang digaji setiap bulannya, namun seperti dibahas di atas kinerja mereka akan dinilai berdasarkan kinerja di akhir tahun, jadi mau tidak mau mereka harus kerja terus sampai hari terakhir perdagangan di bursa, untuk memoles kinerja mereka sepanjang tahun. Momentum inilah yang bisa kita manfaatkan sebagai trader dan investor, tidak ada salahnya kita sedikit memaksakan diri kita untuk memanfaatkan momentum window dressing, dan menjadikan ini sebagai bonus akhir tahun kita.
Kembali ke data di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa Effect Window Dressing ternyata umumnya baru terjadi dalam 2 minggu terakhir di IHSG, hal ini memang cukup bisa dimengerti karena kembali tujuan awal Window Dressing itu sendiri untuk mempercantik kinerja di putupan tahun, jadi apa yang terjadi di minggu-minggu awal Desember tentu tidak perlu terlalu diperhatikan. Selama harga-harga saham naik di penutupan tahun, maka proses Window Dressing sudah berhasil dilakukan. Apa pun yang terjadi di awal bulan Desember tidaklah penting.
Bukan hanya itu pada periode 2 minggu menjelang penutupan tahun para mayoritas investor ritel umumnya sudah masuk dalam masa liburan dan tidak lagi aktif di market. Hal ini jelas membuat proses pengangkatan harga menjadi lebih mudah karena tidak ada tekanan jual yang signifikan dari para investor ritel. Karena kecuali investor ritel yang sudah paham adanya peluang besar di akhir tahun, investor ritel umumnya tidak memiliki kepentingan untuk memoles kinerja portfolionya di penutupan tahun.
Kesimpulanya sebagai investor ritel kita memang tidak mendapatkan bonus di akhir tahun kalau kinerja trading kita baik selama tahun 2018, kita juga umumnya tidak terlalu peduli kinerja portfolio kita di penutupan market tanggal 31 Desember nanti.
Namun justru kebebasan itulah yang membuat kita bisa memanfaatkan momentum ini secara maksimal. Kita bisa mencari-cari saham yang selalu dikerek naik setiap bulan Desember, kita bisa membelinya di awal Desember, pertengahan atau setelah libur Natal, dan baru menjualnya di akhir tahun, atau di hari pertama pedagangan tahun 2019, karena para Big Player seharusnya tidak memiliki pilihan selain memoles kinerja pertfolio saham mereka di akhir tahun ini, apalagi mengingat kinerja IHSG yang sampai sejauh ini masih negatif.
Dapatkan Riset Window Dressing 2018 dari Creative Trader yang mempelajari pergerakan saham-saham di bulan Desember dalam 10 tahun terakhir, dan menggunakan pendekantan Statistik, kami menemukan puluhan saham saham-saham yang selalu naik di bulan Desember. Saham-saham yang baik disimpan sepanjang bulan Desember, sampai saham-saham yang selalu naik setelah Libur Natal, dan banyak lagi. Klik disini untuk mengetahui materi-materi lainnya yang terdapat pada riset Window Dressing 2018.
Founder & Creative Director of Creative Trading System.
Creative Thinker, Stock Trader, Typo Writer & Enthusiastic Teacher.
Big believer of Sowing and Reaping.
Just A Simple Man with Extraordinary God